Selasa, 08 September 2020

Butuh Beasiswa? Minta ke Pak Gita Wirjayawan ?

 Sebelum menjawab pertanyaan di atas, mari kita lihat siapa yang terhormat bapak Gita Wirjayawan yang baru-baru ini mengikuti politisi-selebriti dan public figure lain membuat channel youtube.

Nama lengkap beliau adalah Gita Irawan Wirjayawan. Suami dari Yasmin Stamboel ini lahir Jakarta21 September 1965. Mantan menteri perdagangan dan kepala BKPM ini lahir dari kalangan darah biru. Ayahnya bernama Wirjawan Djojosoegito adalah seorang profesor kedokteran di Jogja. Garis keturunan penggemar jazz ini berasal dari keluarga santri, ningrat, dan terdidik. Kakek Gita Wirjawan, Raden Ngabehi Hadji Minhadjurrahman Djojosoegitoadalah ketua Muhammadiyah Cabang Purwokerto, yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur melalui isteri Rois Akbar, yakni Mbah Hasyim Putri dan pendiri Nahdatul Ulama, KH. Hasyim Asyhari.

Dari latar belakang ini tak heran, Gita Wirjawan mengenyam pendidikan yang tidak kaleng-keleng. S1 jurusan Business Administration didapatkan dari University of Texas, Austin pada tahun 1988. Setahun kemudian, pada jenjang master, beliau mendapatkan MBA (Master Business Administration) dari Baylor University. Kemudian di tahun 2000 Gita Wirjayawan mendapatkan a master's degree in Public Administration dari Harvard University's John F. Kennedy School of Government. Untuk bidang akuntansi, beliau merupakan orang yang qualified mengotak-atik neraca dan laporan laba rugi. Hal ini dibuktikan dengan sertifikat akuntan atau CPA (Certified Public Accountant) yang ia dapatkan di negara bagian Texas, Amerika Serikat.

 Karirnya terbilang cemerlang. Pada 11 November 2009, Gita bergabung dengan Kabinet Indonesia Bersatu jilid II sebagai Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM). Prestasinya sebagai kepala BKPM adalah meningkatnya FDI ke Indonesia menjadi hampir dua kali lipat dari US$11 miliar pada tahun 2009 menjadi US$19 miliar pada tahun 2011. Dua tahun kemudian, Gita Wirjawan diangkat menjadi Menteri Perdagangan RI. Sebagai Menteri Perdagangan, prestatsi Gita Wirjayawan yang menonjol adalah menjadi Ketua Sidang dalam World Trade Organization Ministerial Conference of 2013 ke Sembilan di Bali tanggal 3-7 Desember, 2013. Dalam even internasioanl itu, Gita memimpin 159 anggota WTO untuk menyepakati paket kebijakan deregulasi perdagangan internasional.

 Kembali ke pertanyaan awal, apakah bisa dalam tanda kutip minta beasiswa dari beliau?

Bila melihat Ancora Foundation, wadah filantropis Gita Wirjayawan dibawah Ancora grup, lembaga ini masih concern dengan dunia pendidikan. Dengan motto “building a nation through education”, website ancora foundation terdiri dari satu halaman dengan tampilan simple dan elegan. Menu-menu yang ada menunjukkan perhatian besar ancora kepada dunia pendidikan di Indonesia. Ada tiga menu utama dalam website tersebut, yaitu Scholarship Management, Teacher Empowerment dan Community Learning. Sayangnya, tidak ada atau pun belum ada informasi kapan dan bagaimana kesempatan mendapatkan bantuan beasiswa pendidikan bisa diberikan. Yang ada hanya alamat email yayasan Ancora Foundation. Jadi, kalua anda, rekan-rekan semua ingin punya kemampuan dan keinginan untuk studi di Harvard kontak saja email yang ada di website tersebut. Kalau tembus, kabar-kabar ya… biar semakin banyak putra/putri Indonesia yang bisa sekolah di Harvard.

Dalam satu kesempatan, di ITB, Gita Wirjayawan menyatakan sedikit dari mahasiswa Indonesia yang sekolah di Harvard, ia yang membiayai. Pertama kali saya mendengar ini, saya kira beliau menyekolahkan anaknya di Harvard, tetapi ternyata beliau memberikan beasiswa melalui Ancora Foundation.

 Seperti kita tahu, sektor pendidikan Indonesia dalam masa-masa sulit di era pandemic ini. Banyak sekolah diliburkan dan para siswa di daerah-daerah kesulitan mengakses sarana daring atau online karena terbatasnya sarana komunikasi. Tidak hanya itu, banyak orang tua mengeluhkan kualitas belajar via media daring. Di sisi lain, para orang tua terbatas untuk membantu anak atau guru menyelesaikan tugas dan pelajaran yang diberikan. Rasanya, Menteri Nadiem Makarim perlu mendapatkan simpati karena sulitnya masalah yang dihadapi.

Di sisi lain, pendidikan tinggi Indonesia semakin tertinggal secara global. Menurut laporan THE (Times Higher Education) Universitas terbaik Indonesia, yaitu Universitas Indonesia, berada di ranking 800 besar dunia. Fakta ini memprihatinkan mengingat banyak diaspora Indonesia, termasuk menteri pendidikan RI yang jebolan Harvard University. Mampukah jebolah-jebolan luar negeri ini mengangkat pendidikan Indonesia.

Sebuah working paper berjudul “Poverty, Education, and Health in Indonesia: Who Benefits from Public Spending?”, menyimpulkan bahwa efek ketersedian pendidikan dasar dan menengah lebih mengena untuk kalangan miskin ke bawah, daripada pendidikan tinggi. Mungkin ini yang harus dipikirkan oleh lembaga-lembaga amal pendidikan seperti Ancora foundation dan – tentu saja – oleh pemerintah. Ketersedian bantuan pendidikan dan beasiswa yang jor-joran selama ini lebih banyak diperuntukan untuk pendidikan tinggi melalui LPDP, Program 5000 doktor dan beasiswa-beasiswa khusus dari masing-masing kementrian.

Mengejar kompetensi lulusan PT dengan kampus merdeka memang ide cemerlang. Lulusan PT akan menjadi manusia berkualitas dan tanggung bersaing di pasar global. Pertanyaannya: Lalu bagaimana  dengan mereka yang hanya lulus SD? Bagaimana dengan remaja-remaja tanggung yang berangkat sekolah tanpa bekal serupiah pun? Mereka yang tak yakin bulan depan bisa bayar SPP? Bagaimana juga dengan para lulusan SMA yang rela jadi buruh kasar sambal melamun dan iri melihat tetangganya yang kaya pergi kuliah?

Adakah yang mau bantu jawab?

Minggu, 01 Maret 2020

Jakarta under siege

 Jakarta as the capital and front yard of 250-millions-populations of Indonesia faces probable floods[1]. For the past 2 months, dozens uninviting floods have roamed the area wildly. Bad sewage system and highly un-manageable garbage disposal have been blamed though real responses are not in the proximity yet. Nearby cities whose rivers cross the capital exactly through the downtown, contribute to this water problem. For example, Ciliwung River, the most famous and longest river in the area, passes several business districts such as Thamrin City, Rasuna Said and Gambir. This river’s length can be tracked from Gunung Salak in West Java to Tanjung Priok in North Jakarta for as long as 332 km.

 Though the mega-city is about to lose its throne due to its notorious traffic-jams and unending floods, many people still believe that the city's status as the economic epicenter unlikely be replaced. Growing in rapid pace since the 17th century, Jakarta attracts talented and wealthy businessmen from every corner of Indonesia. Hence, several trades and business areas are spotted in almost every part of the city whilst Tana Abang remains the busiest one. The oldest University in the country, the fancy University of Indonesia, is also located in the town along with many other elite private universities such as Pelita Harapan and Bina Nusantara which also have  triggered more urbanization. While education and business have put Jakarta in spot-light since colonials era, politics has propelled the city’s population for no more than 20 years.
The flood issue in Jakarta is a prevailing task which has been tried to solve since Bang Yos era in 1990’s. A copycat design to polder pond in the Netherland had been proposed in 1990 before other ideas came up in 2000’s such as river re-vitalization, re-planting water absorber areas in Puncak, Bogor and imposing a severe penalty on river-littering. None of these proposals was implemented. Some said it was due to budget-in-availability. Other said it was because the project was object of political dominance in either municipality parliament or national parliament.            

March 1st, 2020


[1] Worthy of belief

Rabu, 29 Januari 2020

Beasiswa

Saya mendapatkan beasiswa dari Kementrian Agama Republik Indonesia di tahun 2019 kemarin. Fasilitas ini saya dapatkan melalui skema 5000 doktor. Skema ini, konon, dalam usaha menigkatkan kualitas perguruan tinggi di bawah kemenag. Selain dari itu, dilihat dari nama program ini, Dirjen Pendidikan Tinggi Islam (Pendis Islam) berkeinginan menambah jumlah doktor di PTKI yang belum bergelar doktor sebanyak 88% (sumber).

5000 doktor, beasiswa,bea siswa,ptai,djuanda bogor, kampus, universitas swasta



Tulisan ini akan sangat membosankan apabila berbicara seluk beluk Program 5000 doktor. Karena informasi ini dapat diakses dengan mudah melalui website PMU 5000 doktor. Oleh karean itu, saya ingin bicara tentang beasiswa dari sisi lain. 

Pendidikan itu mahal. Apalagi untuk jenjang lanjut S2 dan S3. Tak heran di luar negeri, ada skema pinjaman khusus untuk mahasiswa (student loan). Itu di luar negeri, di Indonesia ada ungkapan Jawa "Jer Basuki Mawa Bea". Yang pada intinya, mengenyam pendidikan memerlukan biaya (bea). Apakah ini bukti nenek moyang kita telah berhasil memprediksi kapitalisasi pendidikan? Sebagaimana Ranggawarsita konon mampu memprediksi tahun kemerdekaan Indonesia, tahap-tahap pemerintahan Jawa hingga kematiannya sendiri?

Say kira, pendidikan sebagai privilege bukanlah efek dari mahalnya biaya tetapi dari kualitas diri (diri peserta didik) yang hendak dibangun. Mahalnya biaya tidak selalu berkorelasi dengan kualitas hasil pendidikan yang baik, tetapi hasil pendidikan yang baik sering kali berkorelasi dengan "bea hidup" yang harus dikeluarkan oleh peserta didik yang kadang-kadang bisa berupa uang juga. Kalau Sunan Kalijaga "berkontemplasi" di tepi sungai 40 hari 40 malam sambil berpuasa dan menahan diri dari aktivitas duniawi sebelum mendapat karamah kewalian, Habibie harus hidup "pas-pasan" agar jadi ahli pesawat terbang di Jerman. Kalau Nabi Muhammad melewati puluhan malam sendirian di gua Hira sebelum mendapatkan wahyu dan pencerahan, mahasiswa-mahasiswa kita - dalam level berbeda mirip seperti Rasulullah, menghabiskan malam-malamnya penuh stres dan tekanan batin sebelum akhirnya sekian puluh malam lagi bangkit dengan sisa-sisa tenaga menyelesaikan disertasi dan berjibaku di sidang akhir. 

Yang ingin saya katakan adalah menjadi orang yang terdidik dan berilmu mesti melalui proses. Ada yang memilih menjadi mahasiswa perantauan di negeri orang. Susah senang dengan lika-liku kehidupan negeri sebrang. Ada yang memilih menjadi pegawai negeri di negeri Pancasila. Susah-senang dengan atmosfer kantor pemerintahan yang khas dan harus siap "menderita" dengan uang pensiunan yang meski "cukup" tapi harus "dicukup-cukupkan". Ada yang menjadi petani. Dengan ketekunannya berangkat pagi pulang sore. Bertaruh dengan harga pupuk, harga hasil panen dan hama yang bisa membuat mereka jadi raja hari ini tapi tiba-tiba jadi budak bulan depan. Semua menikmati bentuk kesulitannya sendiri dan bentuk keberhasilannya sendiri. Semua harus membayar. Sebelum akhirnya menjadi "basuki". Mereka yang berilmu. Mereka yang tercerahkan dan mencerahkan. 

Dan akhirnya, beasiswa bukanlah semacam tiket bioskop twenty-one, melainkan semacam tiket ke kawah panas candradimuka.

Bogor, 29-01-2020

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger | Printable Coupons