Minggu, 01 Desember 2013

Industri dan Seksualitas

Tulisan ini terinspirasi dari buku berjudul “No More Nice Guys” karya Robert Glover.
hugh hefner, seksualitas, sex, seks, islam dan seksualitas, industri seks, sex industri, hefner
Hugh Hefner, kakek tua pendiri Playboy.
Seksualitas adalah salah satu hal mendasar kehidupan manusia. Kita lahir ke dunia karena adanya potensi seksual pada orang tua kita. Tanpa potensi ini, ras manusia akan mandeg, tak berkembang dan terancam kepunahan. Kita juga harus bersyukur karena potensi ini oleh Allah SWT diberi “pemanis” berupa fungsi rekreatif. Maksudnya, di dalam potensi seksual manusia ada rasa nikmat, relaksasi, rekreatif, menyenangkan dan (kadang) membahagiakan/menentramkan. Kalau tidak – lagi-lagi – ras manusia mungkin tak akan berkembang sebanyak sekarang. 

Namun, industri telah mendramatisir seksualitas. Maka lahirlah, industri pornografi yang berkembang luar biasa. Sebelum friendster, facebook dan media-media sosial lain muncul, lebih dari 60% omset transaksi via internet berkaitan dengan industri pornografi (sex). Setelah muncul era jejaring sosial, angkanya menurun tapi tidak terlalu signifikan untuk sebuah industri yang hanya mengandalkan aurat dan libido. 

Masuknya industri ke dunia seksualitas manusia membuat seksualitas manusia menjadi lebay. Seks bukan lagi sekadar fungsi reproduksi dan rekreasi tapi menjadi alat rekreasi-yang-amat-sangat-super-lebay. Pornografi dan fantasinya membuat seksualitas lepas dari kenyataan yang anda. Seks sebagai hubungan mendasar laki-laki perempuan, dibayangkan sebagai hubungan badan semata. Tidak ada proses saling mengenali antara laki-laki perempuan. Tidak diberitahukan bahwa laki-laki perempuan punya emosi yang harus disesuaikan sebelum beraktivitas bersama-sama – entah apa pun aktivitas itu. Tidak ada informasi yang komprehensif mengenai posisi hubungan emosional, sosial antara laki-laki dan perempuan. Analogi yang gampang adalah krupuk. Sebagian orang kalau makan harus dengan krupuk. Bahkan tidak mau makan kalau tidak ada krupuk. Padahal krupuk bukan makanan utama. Krupuk hanyalah penyedap rasa dari sarapan atau makan siang. Kandungan gizinya pun sedikit. Pada posisi ini dia telah kehilangan pegangan bahwa yang utama adalah makan. Selama 4 sehat lima sempurna, pake krupuk atau tidak menjadi tidak terlalu penting. Kemudian rokok. Katakanlah, rokok asal-usulnya dari budaya suku Indian di Amerika Utara sebagai tanda perdamaian dengan bangsa pendatang dari Inggris. Karena industri masuk ke rokok, maka rokok tidak lagi berfungsi sebagai tanda perdamaian, namun sudah jadi gaya hidup, status sosial, identitas kelompok dll. Maka, sebagian orang merasa ada yang kurang kalau tidak merokok, padahal kita yang melihatnya tidak melihat kekurangan apa pun pada orang itu. Seks pun seperti itu. Seks-situasinya dan keadaannya dianggap harus seperti yang terlihat di film-film porno. Maka lahirlah aktivitas seks yang tidak sehat. Seks harus dengan pasangan seperti bintang-bintang porno, harus ada stimulus berupa fantasi atau aktivitas tertentu yang aneh-aneh. Bila tidak itu bukan seks. Maka muncullah ketidak-puasan, ketidak-tentraman, ketidak-bahagian dan akhirnya selingkuh, pekerja seks komersial dan pornografi jadi pelarian. Namun, dengan pelarian itu tak kunjung mendapat kepuasan. Maka, hal itu jadi lingkaran setan yang tak kunjung selesai. Maka, Robert Glover menulis : · Pornography creates unrealistic expectations of what people should like and what sex should be like. · Pornography addicts men to bodies and body parts. · Pornography can easily become a substitute for a real sexual relationship. · Pornography creates a trance in which men can be sexual while staying distracted from their shame and fear. · Pornography compounds shame because it is usually hidden and used in secret. Sedangkan mengenai fantasi seks dan atau berfantasi saat berhubungan, Robert Glover menulis : Fantasy is a form of dissociation — the process of separating one's body from one's mind. When a person fantasizes while being sexual he is purposefully and actively leaving his body. Fantasizing during sex makes about as much sense as thinking about a Big Mac while eating a gourmet meal. 

Mungkin benar kata Marx – saya tidak mengidolakan Marx lho J – kapitalis memanfaatkan apa pun demi menghasilkan kapital (uang) tanpa memperhitungkan efeknya. Dan sebenarnya para kapitalis telah memasuki semua sendi kehidupan manusia. Dari soal seksualitas hingga dunia politik. 

Manusia tidak bisa lagi melihat kehidupan di sekelilingnya sebagaimana yang diinginkan Tuhan. Manusia tidak lagi melihat seksualitas sebagai ciri sejati kemanusian yang sakral, namun telah menjadi candu dan pelarian. Di dunia politik; harapan, janji dan harapan, karier, jabatan dan gengsi menjadi arti politik sebenarnya. Politisi dan masyarakat pun jadi tak paham lagi apa arti politik yang sebenarnya. Sehingga di satu sisi ada yang memuja dan terus akan memuja idola politiknya sampai mati sedangkan di sisi lain ada yang super apatis dengan kemunafikan dan kebusukan politisi.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger | Printable Coupons