Minggu, 29 Januari 2012

WARGA NEGARA DAN NEGARA (bag 1)

hukum keadilan,keadilan,hukum,politik indonesia,indonesian politics,negara,bangsa indonesia,pengadilan,mencari keadilan,hakim

HUKUM DAN NEGARA

Hukum Menurut JCT. Simorangkir SH. dan Woerjono Sastropranoto SH. Bahwa hkum sebagai peraturan yang memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan resmi yang berwajib.
Ciri dan sifat hukum :
• Adanya larangan-larangan hukum di suatu lingkungan masyarakat
• Larangan tersebut harus di patuhi oleh setiap orang
Sumber-sumber hukum :
Segala sesuatunya akan menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan secara memaksa dan kalau dilanggar akan mendapat sanksi-sanksi yang tegas dan nyata.

Sumber hukum formal :
1. Undang-undang (statute), yaitu hokum yang ada di peraturan undang-undang;
2. Kebiasaan (costum), perbuatan manusia yang di ulang-ulang dalam hal yang sama dan di terima oleh masyarakat;
3. Keputusan hakim (yurisprudensi), keputusan hakim yang terdahulu yang akan di jadikan dasar keputusan mengeni masalah yang sama;
4. Traktat (treaty), perjanjian anatara dua orang atau lebih dalam suatu hal yang terikat dalam perjanjian tersebut;
5. Pendapat sarjana hukum, pendapat sarjana yang sering di kutip oleh para hakim dalam menyelesaikan suatu masalah.

Pembagian hukum

Menurut “sumbernya”
• Hukum undang-undang,
• Hukum kebiasaan
• Hukum traktat
• Hukum yurisprudensi

Menurut “bentuknya”
• Hukum tertulis: Hukum terkodifikasi dan Hukum tidak terkodifikasi.
• Hukum tidak tertulis

Menurut “tempat berlakunya”
• Hukum Nasional
• Hukum Internasional
• Hukum Asing
• Hukum Gereja

Menurut “waktu berlakunya”
• Ius Constitutum (hukum Positif)
• Ius Contituendum
• Hukum Asasi (hukum Alam)

Menurut “cara mempetahankan”
• Hukum Material
• Hukum Formal

Menurut “sifatnya”
• Hukum yang memaksa
• Hukum yang mengatur

Menurut “wujudnya”
• Hukum Obyektif
• Hukum Subyektif

Menurut “isinya”
• Hukum Privat (Hukum Sipil),
• Hukum Publik (Hukum Negara

Tugas Pokok Negara
: mengatur dan mengendalikan gejala kekuasaan asosial , Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia di dalam tujuan sosial
Sistem hukum terurai dalam tiga komponen, yaitu:
1) Substansi
2) Struktur
3) kultur
Proses interaksi dalam masyarakat mempunyai 10 aspek penganalisa, yaitu:
1. Jangan mengidentifikasi “hukum” dengan “kebenaran keadilan”.
2. Harus selalu adil dan benar dengan sendirinya.
3. Hukum tetap mengabdikan diri untuk meminjam kegiatan masa, system dan bentuk pemerintah.
4. Mengandung unsur keadilan atau kebaikan.
5. Hukum didefinisikan dengan kekuatan atau kekuasaan.
6. Bermacam-macam hukum.
7. Jangan apriori hukum adat lebih baik.
8. Jangan mencampur adukan substansi hukum.
9. Jangan mencampur adukan “law is activis” dengan “law in books”.
10. Jangan menganggap sama aspek terjang penegak hukum dengan hukum.

NEGARA

Tugas Utama Negara :
1) Mengatur dan menertibkan gejala yang ada didalam masyarakat;
2) Mengatur dan menyatukan kegiatan manusia dan golongannya untuk menciptakan tujuan bersama.

Sifat-sifat Negara :


1. Sifat memaksa
2. Sifat monopoli
3. Sifat mencakup semua

Bentuk Negara :

1) Negara Kesatuan
• Sistem sentralisasi
• Sistem desentralisasi
2) Negara Serikat ( Negara Federasi)

Perbedaan Negara Didenstralisir dengan Negara Federasi


Negara Kesatuan

negara kesatuan dahulu baru dibentuk daerah otonomi
hanya ada satu pembuat UUD : pemerintah pusat
pemerintah pusat yang didistribusikan kepada daerah otonom

Negara Federasi


negara bagian terlebih dahulu, membentuk negara serikat
ada 2 pembuatan UUD : pemerintah federal dan pemerintah negara bagian
pemerintah negara bagian yang dikontribusikan pada pemerintah federal

NEGARA


Bentuk Kenegaraan :

1. Negara Dominan
2. Negara Uni :
• Uni Rill
• Uni Personil

Unsur-unsur Negara

1. Mempunyai wilayah;
2. Mempunyai rakyat;
3. Mempunyai pemerintah;
4. Mempunyai tujuan dalam mendirikan negara;
5. Mempunyai kedaulatan.

Tujuan Negara

• Memperluas kekuasaan semata;
• Memperluas kekuasaan untuk mencapai tujuan;
• Menyelenggarakan ketertiban hukum;
• Menyelenggarakan kesejahteraan umum.

Tujuan Negara Republik Indonesia

1) Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia;
2) Memajukan kesejahteraan umum;
3) Mencerdaskan kehidupan bangsa;
4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Sifat Kedaulatan

• Permanen
• Absolute.
• Tidak terbagi-bagi kekuasaannya.
• Tidak terbatas.

Sumber Kedaulatan

1) Teori Kedaulatan Tuhan
2) Teori Kedaulatan Rakyat
3) Teori Kedaulatan Negara
4) Teori Kedaulatan Hukum

bersambung - to be continue

Senin, 23 Januari 2012

SISTEM POLITIK INDONESIA

Pengertian sistem Politik

Pengertian Sistem

Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi.

Pengertian Politik

Politik berasal dari bahasa yunani yaitu “polis” yang artinya Negara kota. Pada awalnya politik berhubungan dengan berbagai macam kegiatan dalam Negara/kehidupan Negara.
Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan, dasar dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara. Politik pada dasarnya menyangkut tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi. Politik biasanya menyangkut kegiatan partai politik, tentara dan organisasi kemasyarakatan.
Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.

Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip, yang membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan Negara dan hubungan Negara dengan Negara.

Sistem Politik menurut Rusadi Kartaprawira adalah Mekanisme atau cara kerja seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik yang berhubungan satu sama lain dan menunjukkan suatu proses yang langggeng

Pengertian Sistem Politik di Indonesia


Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya.

Politik adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalam konstitusi negara ( termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ). Dalam Penyusunan keputusan-keputusan kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya kerjasama yang baik antara suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan-tujuan masyarakat/Negara. Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah Lembaga-Lembaga Negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum.

Badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media massa, Kelompok kepentingan (Interest Group), Kelompok Penekan (Presure Group), Alat/Media Komunikasi Politik, Tokoh Politik (Political Figure), dan pranata politik lainnya adalah merupakan infrastruktur politik, melalui badan-badan inilah masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya. Tuntutan dan dukungan sebagai input dalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya partisipasi masyarakt diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat.

Sejarah Politik Di Indonesia

Sejarah Sistem politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat dari masa-masa berikut ini:
  • Masa prakolonial
  • Masa kolonial (penjajahan)
  • Masa Demokrasi Liberal
  • Masa Demokrasi terpimpin
  • Masa Demokrasi Pancasila
  • Masa Reformasi
Masing-masing masa tersebut kemudian dianalisis secara sistematis dari aspek :
  • Penyaluran tuntutan
  • Pemeliharaan nilai
  • Kapabilitas
  • Integrasi vertikal
  • Integrasi horizontal
  • Gaya politik
  • Kepemimpinan
  • Partisipasi massa
  • Keterlibatan militer
  • Aparat negara
  • Stabilitas
Bila diuraikan kembali maka diperoleh analisis sebagai berikut :

Masa prakolonial (Kerajaan)

  • Penyaluran tuntutan : rendah dan terpenuhi
  • Pemeliharaan nilai : disesuikan dengan penguasa
  • Kapabilitas : SDA melimpah
  • Integrasi vertikal : atas bawah
  • Integrasi horizontal : nampak hanya sesama penguasa kerajaan
  • Gaya politik : kerajaan
  • Kepemimpinan : raja, pangeran dan keluarga kerajaan
  • Partisipasi massa : sangat rendah
  • Keterlibatan militer : sangat kuat karena berkaitan dengan perang
  • Aparat negara : loyal kepada kerajaan dan raja yang memerintah
  • Stabilitas : stabil dimasa aman dan instabil dimasa perang
Masa kolonial (penjajahan)
  • Penyaluran tuntutan : rendah dan tidak terpenuhi
  • Pemeliharaan nilai : sering terjadi pelanggaran ham
  • Kapabilitas : melimpah tapi dikeruk bagi kepentingan penjajah
  • Integrasi vertikal : atas bawah tidak harmonis
  • Integrasi horizontal : harmonis dengan sesama penjajah atau elit pribumi
  • Gaya politik : penjajahan, politik belah bambu (memecah belah)
  • Kepemimpinan : dari penjajah dan elit pribumi yang diperalat
  • Partisipasi massa : sangat rendah bahkan tidak ada
  • Keterlibatan militer : sangat besar
  • Aparat negara : loyal kepada penjajah
  • Stabilitas : stabil tapi dalam kondisi mudah pecah
Masa Demokrasi Liberal
  • Penyaluran tuntutan : tinggi tapi sistem belum memadani
  • Pemeliharaan nilai : penghargaan HAM tinggi
  • Kapabilitas : baru sebagian yang dipergunakan, kebanyakan masih potensial
  • Integrasi vertikal : dua arah, atas bawah dan bawah atas
  • Integrasi horizontal : disintegrasi, muncul solidarity makers dan administrator
  • Gaya politik : ideologis
  • Kepemimpinan : angkatan sumpah pemuda tahun 1928
  • Partisipasi massa : sangat tinggi, bahkan muncul kudeta
  • Keterlibatan militer : militer dikuasai oleh sipil
  • Aparat negara : loyak kepada kepentingan kelompok atau partai
  • Stabilitas : instabil
Masa Demokrasi terpimpin
  • Penyaluran tuntutan : tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya Front nas
  • Pemeliharaan nilai : Penghormatan HAM rendah
  • Kapabilitas : abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak maju
  • Integrasi vertikal : atas bawah
  • Integrasi horizontal : berperan solidarity makers,
  • Gaya politik : ideolog, nasakom
  • Kepemimpinan : tokoh kharismatik dan paternalistik
  • Partisipasi massa : dibatasi
  • Keterlibatan militer : militer masuk ke pemerintahan
  • Aparat negara : loyal kepada negara
  • Stabilitas : stabil
Masa Demokrasi Pancasila
  • Penyaluran tuntutan : awalnya seimbang kemudian tidak terpenuhi karena fusi
  • Pemeliharaan nilai : terjadi Pelanggaran HAM tapi ada pengakuan HAM
  • Kapabilitas : sistem terbuka
  • Integrasi vertikal : atas bawah
  • Integrasi horizontal : nampak
  • Gaya politik : intelek, pragmatik, konsep pembangunan
  • Kepemimpinan : teknokrat dan ABRI
  • Partisipasi massa : awalnya bebas terbatas, kemudian lebih banyak dibatasi
  • Keterlibatan militer : merajalela dengan konsep dwifungsi ABRI
  • Aparat negara : loyal kepada pemerintah (Golkar)
  • Stabilitas : stabil
Masa Reformasi
  • Penyaluran tuntutan : tinggi dan terpenuhi
  • Pemeliharaan nilai : Penghormatan HAM tinggi
  • Kapabilitas : disesuaikan dengan Otonomi daerah
  • Integrasi vertikal : dua arah, atas bawah dan bawah atas
  • Integrasi horizontal : nampak, muncul kebebasan (euforia)
  • Gaya politik : pragmatik
  • Kepemimpinan : sipil, purnawiranan, politisi
  • Partisipasi massa : tinggi
  • Keterlibatan militer : dibatasi
  • Aparat negara : harus loyal kepada negara bukan pemerintah
  • Stabilitas : instabil

Sabtu, 21 Januari 2012

Havel

”Saya hidup di sebuah negeri yang guncang . . . oleh sebuah naskah.”

Di Praha, sastrawan Vaclac Havel dipenjarakan. Tidak hanya sekali. Antara tahun 1979 – 1983 ia masuk bui. Sebelumnya pada tahun 1977, ia juga ditahan. Dosanya : ia menulis sepucuk surat kepada Husak, Presiden Cekoslowakia waktu itu. Dalam surat itu ia mengingatkan, bahwa pada akhirnya rakyat yang tertekan akan menuntut harga bagi ”tindakan yang secara permanen merendahkan martabat manusia”.

Ia dianggap ”subversif”. Tapi 12 tahun kemudian, yang dikatakanya terbukti. Rakyat Cekoslowakia merontokkan pemerintah yang membredel mulut + hati + pikiran manusia itu. Presiden Husak jatuh. Orang ramai berseru meminta agar yang menggantikannya adalah orang yang pernah jadi korban : Vaclac Havel.

Ajaib, lebih ajaib dari dongeng. Dalam dongeng, perlu waktu lama bagi sang korban untuk jadi pemenang. Di Cekoslowakia, proses itu begitu cepat: 41 tahun lamanya Partai Komunis berkuasa, dalam sebulan fondasinya ambruk. Dan apa kesaktian Vaclac Havel, hingga ia bisa mengalami transformasi dari si-tertindak-jadi-si-kuasa? Hanya pada kata.

Bukan karena ia seorang penulis drama yang pandai menyusun kata-kata. Tapi karena ia hidup di Cekoslowakia. Di Cekoslowakia yang dibungkam, seorang sastrawan bisa punya pengaruh yang besar, karena kata – apalagi yang dituliskan dengan jujur – bisa seperti sebuah ledakan. Pemerintah gentar dan rakyat mendengar.

Saya hidup di sebuah negeri di mana kata-kata masih bisa menyebabkan orang mendarat di penjara,” tulis Havel pada Oktober 1989, dalam pidatonya menerima Hadiah Friendenpreis des Deutchen Buchandels (”Hadiah Perdamaian dari Asosiasi Pedagang Buku”) di Jerman Barat.

Di negeri seperti itu, kata bisa menjadi suatu kekuatan tersendiri. Berlebih-lebihankah? Ya, kata Havel, berlebih-lebihan bagi orang di negeri seperti Jerman Barat, tempat orang bebas mengritik dan berpendapat, ”dan tak seorang pun wajib untuk memperhatikan, apalagi jadi cemas.”

Memang, itulah ironinya di negeri bebas omong, kata dan pendapat yang berani bukanlah sebuah mutiara, melainkan hanya barang lumrah seperti rambu lalu lintas di tepi jalan. Di negeri seperti Jerman Barat atau Amerika Serikat, Havel – seorang dramawan – tak akan jadi matahari. Paling-paling Cuma sesosok bintang.

Maka, manakah yang lebih baik? Dilihat selintas, Havel sebenarnya orang yang tak perlu meradang. Nasibnya enak, lebih enak ketimbang rata-rata orang Ceko. Ia
terkenal, jadi amat penting, dan biarpun beberapa kali masuk penjara, hidupnya tak melata.

Ia lahir tahun 1936, ketika Cekoslowakia belum jadi komunis, anak seorang kontraktor yang makmur. Ia tinggal di apartemen yang nyaman, di lantai teratas gedung bertingkat enam yang dulu dibangun ayahnya, sebuah bangunan menghadap Sungai Vitava. Dari kamarnya yang berhiaskan lukisan abstrak, kita bisa memandang kastil Bradcany, tempat dulu wangsa Hapsburg tinggal. Tak banyak tempat yang lebih menyenangkan dari sini. Hidup Havel serba cukup: ia punya mobil Mercedes-Benz. Uang ia dapat dari royalti karya-karyanya yang diterjemahkan dan dipanggungkan di Barat – dan meskipun pemerintah melarang drama Havel yang absurd dan lucu itu dimainkan di Cekoslowakia, penguasa tak menyetop uang penghasilannya dari luar negeri.

Lalu mengapa ia mau bersusah-payah masuk penjara? Mengapa ia menolak pindah ke Barat? Mengapa ia mau dipaksa bekerja kasar di pabrik minuman?

Motif seorang manusia tak pernah jelas. Tapi bila Havel, atau seorang penulis, cenderung melawan sensor, itu karena tiap hari seluruh pikiran dan hatinya bergumul dengan kata, dan ia tahu kata-kata ”bisa jadi sinar terang dalam satu wilayah gelap”, tapi kata juga bisa panah untuk membunuh. Coba lihat kata-kata Marx, ujar Havel. ”Adakah kata-katanya berperan menerangi seantero lapisan yang tersembunyi dari mekanisme masyarakat? Ataukah kata-katanya benih yang tak kentara dari semua kamp tahanan gulag yang keji kemudian terjadi?” Jawab Havel: ”Saya tak tahu, mungkin sekali kata-kata Marx adalah dua hal itu sekaligus.”

Havel, tentu saja, tak mengemukakan hal yang baru. Kita, di Indonesia, pernah mengalaminya. Kita, sekitar 25 tahun yang lalu, juga pernah hidup dengan Marx dan kata yang menggetarkan hati tapi melumpuhkan pikiran: ”Revolusi”, ”Kontrarevolusi”, ”Manipol”, ”Usdek”. Kita kemudian juga punya seorang pendahulu Havel : Rendra. Ia mencoba membebaskan kita dari kata-kata yang gaduh tapi tak jelas artinya – kata yang diindoktrinasikan, dipidatokan dan harus dipasang dimana-mana. Rendra melahirkan teater yang sunyi, teater yang hanya secara minimal menggunakan kata (karena kata telah kehilangan arti), teater yang kemudian disebut ”mini kata”.

Itu seperempat abad yang lalu. Tapi tidakkah kita kini juga, masih perlu mendengarkan pesan Havel dan rendra? Pernahkah kita sadar apa yang terjadi dengan pikiran kita, yang gampang cemas dan karenanya membeku, di hadapan kata tertentu? Apa yang terjadi dengan kata ”Pancasila” dan ”pembangunan”, setelah kian diucapkan dengan sikap sebuah mesin otomat? Rasanya kita masih harus menjalankan pembebasan: membebaskan diri dari tendensi jadi robot, membebaskan diri dari ketakutan kepada kata yang berarti, dan membebaskan diri proses kehilangan arti.

27 Januari 1990

Senin, 16 Januari 2012

Benturan Islam vs Barat : 15 Perspektif Kontemporer

Benturan Islam vs Barat : 15 Perspektif Kontemporer Menurut Samuel Huntington


Pasca Perang Dingin satu-satunya pihak yang layak dijadikan musuh oleh Amerika adalah Islam. Dan hal ini dengan jeli telah diperkirakan oleh Prof. Samuel Huntington melalui bukunya yang berjudul “Benturan Antar Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia”. Tak heran buku ini menjadi best-seller di era 90-an – bahkan mungkin sampai sekarang. Ulasan-ulasan konflik Islam-Barat masa kini pun masih merujuk buku ini sebagai acuan. Apa saja pernyataan Guru Besar Ilmu Politik di Universitas Harvard ini ? Mari kita simak


1. “Barat tidak pernah memiliki agama satu besar. Agama-agama besar dunia seluruhnya adalah ‘produk’peradaban non-barat, dan dalam beberapa kasus – berlawanan dengan barat”.

2. “Benturan antar peradaban dari pandangan-pandangan politik – dihembuskan oleh barat dan dipicu oleh sebuah benturan antar peradaban antara kebudayaan vs agama”

3. “Hanyalah arogansi barat yang naif yang mengantarkan orang-orang barat beranggapan bahwa orang-orang non-barat akan menjadi “ter-baratkan” dengan mengkonsumsi barang-barang produksi barat”.
4. “Hanya dalam peradaban Hindu, agama dan politik terpisahkan secara nyata. Dalam Islam, Tuhan adalah Raja;…”

5. “Bagi negara barat negara-bangsa adalah puncak legalitas.
Kesukuan (tribalisme) dan agama (Islam) berperan dan senantiasa memainkan peran, yang menurut salah seorang sarjana Libia, signifikan dan unik dalam kaitan dengan perkembangan-perkembangan sosial, ekonomi, budaya dan politis di kalangan masyarakat Arab yang terejawantahkan ke dalam sistem-sistem politik”

6. “Dalam masyarakat Islam – kelompok, agama, suku dan ummah merupakan bangunan utama loyalitas dan komitmen, sedangkan negara bangsa kurang signifikan”

7. “Ide tentang kedaulatan negara-negara bertentangan dengan kepercayaan terhadapa kedaulatan Allah dan kekuasaan tertinggi (primacy) ummah”.

8. “Konsep ummah mengisyaratkan ‘ketidak-absahan’ sistem negara-bangsa dan menunjukkan adanya keyakinan bahwa ummah hanya dapat disatukan melalui peran-peran yang dijalankan oleh satu atau lebih negara inti . . . Konsep Islam sebagai kesatuan religio-politis mengandung arti bahwa negara inti – di masa lalu – hanya akan terjadi ketika kepemimpinan politik dan keagamaan – kekhalifahan dan kesultanan – terejawantahkan melalui sebuah institusi kekuasaan (pemerintahan) tunggal” hal 313

9. “Absennya negara inti Islam yang berperan sebagai negara inti merupakan faktor utama yang menjadi sebab terjadinya konflik-konflik internal maupun eksternal di kalangan masyarakat Islam”.
10. “Seperti Afrika Selatan, begitu halnya dengan Turki, setelah memahami betul bagaimana sebenarnya barat, melalui demokrasi dan sekularisme, tampaknya Turki juga “layak” untuk menjadi “pemimpin” Islam. Tapi, Turki harus menolak warisan Ataturk secara menyeluruh lebih daripada penolakan Rusia terhadap warisan Lenin”.

11. “Kalangan non-barat tidak ragu-ragu menunjukan adanya jurang pemisah antara prinsip Barat dan kebijakan Barat. Hipokris, standar ganda, dan “but nots” merupakan harga yang harus dibayar bagi pretensi-pretensi barat. Demokrasi pun dipropagandakan. Jika tidak, kelompok fundamentalis akan berkuasa; non-proliferasi ditujukan pada Iran dan Iraq, tetapi tidak pada Israel; perdagangan bebas diterapkan, tetapi tidak menyentuh pertanian; persoalan hak asasi manusia dipermasalahkan dalam kaitan dengan Cina, tapi tidak dengan Arab Saudi; agresi terhadap negara kaya minyak – Kuwait, menimbulkan reaksi, namun berbeda halnya dengan agresi terhadap Bosnia yang tidak memiliki sumber minyak. Standar ganda merupakan harga yang harus dibayar dari prinsip standard internasional”. Hal 325

12. “Sebagian orang barat, termasuk Presiden Bill Clinton, sepakat bahwa barat tidak mempunyai masalah dengan Islam, tetapi memiliki masalah dengan kelompok ekstrimis Islam. Selama empat ratus tahun, sejarah menunjukkan hal sebaliknya”

13. “Konflik abad XX antara demokrasi liberal dengan marxisme-leninisme hanyalah sebuah fenomena historis yang bersifat sementara dan supervisial jika dibandingkan dengan hubungan konfliktual antara Islam dengan Kristen”

14. “Islam adalah satu-satunya peradaban yang mampu membuat barat selalu berada dalam keraguan antara hidup dan mati, dan ia telah melakukannya setidaknya dua kali.”

15. “Islam adalah sumber instabilitas dunia karena ia tak memiliki kekuatan inti yang dominan. Berbagai negara seperti Arab Saudi, Iran, Pakistan, Turki dan barangkali Indonesia terilhami untuk menjadi “pemimpin” Islam, karenanya saling berlomba menunjukkan pengaruhnya di dunia Islam, tidak ada satupun dari negara-negara tersebut yang memiliki kekuatan yang secara otoritatif berbuat atas nama Islam dalam kaitan dengan konflik-konflik yang terjadi diantara kaum Muslim dan Non-Muslim”.

Sumber :The clash of civilizations and the remaking of world order by Samuel P. Huntington

Jumat, 06 Januari 2012

Serumpun, Beda Cerita

Indonesia dan Malaysia mulai membuat mobil nasional pada pertengahan 1980-an. Meski serumpun, hasilnya beda.


INDONESIA

1985
Astra menggagas proyek mobil nasional bernama Project X120. Proyek terhenti pada prototipe pertama.

2007
PT Super Gasindo Jaya mengembangkan Tawon, mobil bermesin 650 cc, 4 gigi, kecepatan 100 km per jam, dan dibanderol Rp 50-60 juta per unit.

2008
PT Inka dan BPPT mengembangkan GEA (Gulirkan Energi Alternatif), mobil berkapasitas 650 cc, muat 4 orang, dan dijual Rp 50 juta.

2010
Sukiyat dan siswa SMK Surakarta membuat Esemka Rajawali. Harganya dibanderol Rp 95 juta.


MALAYSIA

1983
Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad memerintahkan pembuatan mobil nasional.

1985
Produksi pertama, Proton Saga, diluncurkan.

2004
Proton meluncurkan Proton Gen-2, mobil pertama yang seluruhnya made in Malaysia.

2007
Proton Persona diluncurkan. Di Indonesia, Proton membuka jaringan retail di delapan kota dengan nilai investasi US$ 26 juta.

2008
Proton Saga diluncurkan.

2010
Proton Inspira diperkenalkan.
SUMBER: WIKIPEDIA | PDAT (DIOLAH DARI BERBAGAI SUMBER)

JAKARTA -- Pengamat industri otomotif Suhari Sargo mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam proyek mobil nasional. Soalnya, sejumlah proyek mobil dalam negeri yang pernah digarap mandek di tengah jalan. Bahkan, dibanding Malaysia, proyek mobil nasional di Indonesia jauh tertinggal.

"Kenapa? Inilah yang harus ditanyakan alasannya proyek itu tak kunjung terealisasi," ujarnya saat dihubungi kemarin.

Sejumlah proyek mobil dalam negeri pernah digarap, misalnya Arina, Timor, dan Bimantara. Tapi proyek itu mandek. Belakangan mobil Esemka naik daun setelah Wali Kota Surakarta Joko Widodo menjadikannya sebagai kendaraan dinas. Aksi ini diikuti sejumlah tokoh, meski masih menjadi kontroversi terkait dengan izin, jaminan keamanan, dan keselamatannya.

Suhari mengatakan, untuk memajukan Esemka menjadi mobil nasional perlu proses panjang dan investasi besar. Proyek itu juga butuh dukungan pemerintah.

Indonesia memulai proyek mobil nasional sejak 1985, berselang dua tahun dari proyek serupa di Malaysia. Kala itu diluncurkan mobil Timor sebagai mobil nasional. Belakangan proyek mobil nasional itu mati karena berbagai sebab, mulai tak adanya dukungan dari pemerintah sampai pasar yang tak menyambut.

Suhari mengatakan, Malaysia mengambil langkah berbeda dengan memproduksi Proton. Pemerintah di sana serius bahkan berani berinvestasi besar untuk mewujudkan proyek itu. Karena itu, "Kini tinggal pemerintah, mau atau tidak."

Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian Budi Darmadi menegaskan, untuk urusan mobil nasional, pemerintah justru serius. Buktinya, kata dia, pihaknya memberi dana penelitian dan pengembangan bagi perusahaan yang berinovasi dalam proyek mobil nasional. Dia mencontohkan PT Wahana Cipta Karya Mandiri yang memproduksi mobil Arina dan PT INKA yang memproduksi mobil GEA. "Penelitian dan pengembangan itu juga melibatkan uji coba kualitas mobil," ujarnya.

Kini tinggal perusahaan itu yang mengembangkan produksi. Ihwal kondisi keuangan perusahaan dalam memproduksi dan strategi pemasarannya, kata Budi, "Pemerintah tidak ikutan lagi."

Kehadiran mobil Esemka membangkitkan kembali semangat menghidupkan proyek mobil nasional. Bahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh ingin menghadiahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono. Tapi, juru bicara kepresidenan, Julian Aldrian Pasha, mengatakan Presiden belum bisa berkomentar. "Tapi Presiden mengapresiasi kreativitas dari siswa SMK 2 Surakarta itu," ujarnya di Istana Negara kemarin.l MARTHA THERTINA | RINA WIDIASTUTI | GADI MAKITAN | MUNAWWAROH | SUKMA

Urusan Mobil : Indonesia Kalah Telak Dibanding Malaysia

JAKARTA -- Pengamat industri otomotif Suhari Sargo mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam proyek mobil nasional. Soalnya, sejumlah proyek mobil dalam negeri yang pernah digarap mandek di tengah jalan. Bahkan, dibanding Malaysia, proyek mobil nasional di Indonesia jauh tertinggal.

"Kenapa? Inilah yang harus ditanyakan alasannya proyek itu tak kunjung terealisasi," ujarnya saat dihubungi kemarin.

Sejumlah proyek mobil dalam negeri pernah digarap, misalnya Arina, Timor, dan Bimantara. Tapi proyek itu mandek. Belakangan mobil Esemka naik daun setelah Wali Kota Surakarta Joko Widodo menjadikannya sebagai kendaraan dinas. Aksi ini diikuti sejumlah tokoh, meski masih menjadi kontroversi terkait dengan izin, jaminan keamanan, dan keselamatannya.

Suhari mengatakan, untuk memajukan Esemka menjadi mobil nasional perlu proses panjang dan investasi besar. Proyek itu juga butuh dukungan pemerintah.

Indonesia memulai proyek mobil nasional sejak 1985, berselang dua tahun dari proyek serupa di Malaysia. Kala itu diluncurkan mobil Timor sebagai mobil nasional. Belakangan proyek mobil nasional itu mati karena berbagai sebab, mulai tak adanya dukungan dari pemerintah sampai pasar yang tak menyambut.

Suhari mengatakan, Malaysia mengambil langkah berbeda dengan memproduksi Proton. Pemerintah di sana serius bahkan berani berinvestasi besar untuk mewujudkan proyek itu. Karena itu, "Kini tinggal pemerintah, mau atau tidak."

Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian Budi Darmadi menegaskan, untuk urusan mobil nasional, pemerintah justru serius. Buktinya, kata dia, pihaknya memberi dana penelitian dan pengembangan bagi perusahaan yang berinovasi dalam proyek mobil nasional. Dia mencontohkan PT Wahana Cipta Karya Mandiri yang memproduksi mobil Arina dan PT INKA yang memproduksi mobil GEA. "Penelitian dan pengembangan itu juga melibatkan uji coba kualitas mobil," ujarnya.

Kini tinggal perusahaan itu yang mengembangkan produksi. Ihwal kondisi keuangan perusahaan dalam memproduksi dan strategi pemasarannya, kata Budi, "Pemerintah tidak ikutan lagi."

Kehadiran mobil Esemka membangkitkan kembali semangat menghidupkan proyek mobil nasional. Bahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh ingin menghadiahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono. Tapi, juru bicara kepresidenan, Julian Aldrian Pasha, mengatakan Presiden belum bisa berkomentar. "Tapi Presiden mengapresiasi kreativitas dari siswa SMK 2 Surakarta itu," ujarnya di Istana Negara kemarin.

Selasa, 03 Januari 2012

Tema di awal tahun 2012

Tema di awal tahun 2012 masih tentang hati. Hati yang mengenang. Hati yang mengingat. Hati yang tersenyum ketika bertemu. Hati yang ternyata masih tetap bisa tersenyum-senyum sendiri walau dalam kesendirian.

Apa kabarmu hari ini?

Aku menanyakannya seolah-olah kau ada ada di depanku. Kuakui kulakukan ini tidak hanya padamu. Kulakukan ini sampai Dia memutuskan kepastian untukmu dan untukku. Mungkin ini sapaan terakhirku dalam tulisan. Karena besok – mungkin, hatiku telah berubah atau tak layak lagi aku menyapamu. Sekalipun dari sebuah tulisan yang hanya aku dan debu-debu kamarku yang membacanya.

Syair-syair pendek adalah kesukaanku. Karena langsung mengatakan inti-inti persoalan. Semakin banyak kumenulis, semakin terlihat aku ingin berlama-lama dengan tema ini.

Ada satu yang lucu. aku jarang sekali menulis nama orang dalam tulisanku. Hmm padahal aku sendiri yang akan membacanya. Hahaha.. aku bahkan malu pada diriku sendiri. namamu kadang terselip dalam ucapan-ucapan hatiku. Dalam mimpi kadang aku tak sengaja mengucapkan namamu. Padahal yang didepanku adalah orang lain. Ya itulah mimpi. Allah memberikan ilham dan pertanda pada orang-orang suci lewat mimpi. Sementara Allah memberiku mimpi untuk ‘meledekku’. Namun, aku tak marah dengan pemberian mimpi macam itu. aku hanya tertawa. Aku hanya menertawakan mimpi lucuku itu.

Awal 2011 akan kau awali dengan sesuatu yang baru. Tak tahu aku apa itu. namun, dilihat dari gaya tulisanmu. Kau bahagia. Antusias. Optimis. Dan bahagia. Harus berkata apa lagi aku? Nikmati harimu. Selamat menyusun bata-bata hidupmu.

Minggu, 01 Januari 2012

Sejarah Isitilah Politik "Nation State"

Sejarah Konsep "Nation State"



Berbicara politik tak akan lepas dari pembahasan negara. Dalam bahasa Inggris negara dikenal dengan "nation" atau "state". Untuk selanjutnya kita sebut dengan negara.

Tema yang menarik dari pembahasan negara adalah; apakah negara adalah sebuah institusi pemerintahan? Apakah sebuah struktur penguasa resmi (legal rules)? Sebuah sub-sprecies dari masyarakat? ataukah sebuah bangunan nilai dan kepercayaan atas sebuah masyarakat sipil (civil society) ?

Sejarah Konsep Negara (nation state)
Kata "nation state" berasal dari bahasa latin stare (yang berarti berdiri) dan status (yang berarti bangunan atau kondisi). Cicero dan Ulpian pernah menggunakan ungkapan "status civitatis" atau "status regni" yang bermakna "kondisi sang penguasa", "kepemilikan atas kekuasaan" atau "elemen-elemen yang diperlukan untuk menjaga stabilitas".

Status dan kekuasaan biasanya diperoleh melalui hubungan kekeluargaan,jenis kelamin, profesi dan yang paling berpengaruh adalah kepemilikan harta benda.

Dalam bahasa Inggris dan Prancis modern masih dapat kita temukan makna ini. Kata "state" atau "estate" dalam bahasa Inggris dan kata "etat" dalam bahasa Prancis, mengimplikasikan arti yang sama yaitu sosial status atau profesi.Dalam bahasa Spanyol juga ditemukan kata "estado". Jadi, negara (state) adalah pihak yang memiliki otoritas dan kekuasaan terbesar. Kekuasaan yang dimaksud termasuk mampu menjamin kemakmuran dan ketertiban umum.

Inilah yang menjadi ciri khas kebudayaan politik barat. Politik sinonim dengan status, kepemilikan kekuasaan atau benda-benda material. Sehingga, materialisme menjadi pondasi yang kuat bagi institusi politik yang ada. Pondasi yang bersifat i-materi dan ideologis kurang begitu berperan dalam kehidupan kemasyrakatan dan perpolitkan. Mungkin ini juga yang mengakibatkan menurunnya institusi agama, seperti gereja dalam mengelola negara dan pemerintahan. Tak heran demokrasi barat punya dua ciri yang khas, yaitu materialis dan sekuler.

Sumber : Encyclopedia of government and politics/edited by Mary Hawkesworth and Maurice Kogan.
This edition published in the Taylor & Francis e-Library, 2002.
ISBN 0-415-03092-7
Download Bukunya : klik disini

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger | Printable Coupons