Selasa, 26 Januari 2016

Melankolia Pejuang

Setiap kita adalah pejuang. Penjuang kebahagian. Siapakah yang tidak ingin kebahagian. Bahkan melankolia remaja dan gejolak cinta pemuda sebenarnya adalah perjuangan bisu mencari kebahahian.

Adalah aneh ketika cinta mampu menyatukan dan menjadi perantara permusuhan atau fenomena saling menjauhi. Jangan-jangan permusuhan yang terjadi karena cinta sejatinya tidak di awali oleh cinta. Tak mungkin cinta mengawali perpisahan. Bisa jadi ego yang mengantarkan kepada perpisahan. Tetapi, semua itu pantas dijalani. Itu semua episode yang suatu saat nanti akan kita kenang dengan indah.

Atau mungkin keindahan persatuan hanya semu. Karena yang sejati adalah kesendirian dan kematian. Persatuan menjadi indah karena kita tahu semua ini akan berakhir.

Hmm sebuah premis yang semua orang tahu, namun mengapa sekarang premis itu terasa begitu menyentuh. Kenapa dulu tidak?

Ya, pada akhirnya kita semua adalah pejuang pencari kebahagian dan keabadian. Akankah itu semua kita temukan di gelora cinta yang biru dan meluap-luap? Ataukah pada kepasrahan proses alami dan intuisi yang kadang membawa kita ke tempat yang salah sebelum sampai ke tempat yang sebenarnya dan sejati ?

Sabtu, 23 Januari 2016

Mencintai Tuhan vs Pacaran

Sudah bukan hal aneh pacaran dianggap bukan budaya yang Islami. Paling tidak oleh sebagian umat Muslim. Yang melarang pun dengan pertimbanga yang bermacam-macam. Ada yg menggunakan pertimbangan normatif, dalil-dalil syara dengan pertimbangan pahala dan dosa. Ada juga yang menggunakan pertimbangan rasional semata, misalnya : mengganggu konsentrasi belajar, belum cukup umur dll.

Alasan klasik lain yang kadang, menurut saya betul tetapi terlalu di dramatisir adalah bahwa "cinta sejati manusia itu Tuhan". Lucunya, argumentasi dipakai ketika seseorang di tembak dan menolaknya karena cinta manusia itu di bawah cintanya kepada Tuhan.

Aduh-aduh... bagaimana mungkin cinta kepada manusia dibandingkan dengan cinta kepada Tuhan. Tidak ada sambungannya secara langsung. Kalau mau dipaksa di sambung-sambungin ya nyambung. Tapi sebenarnya kondisi itu seperti menolak cinta seseorang karena mencintai kakak kandung lebih besar daripada mencintai teman sekelas.

Apaaa inihh... !!!

Apakah rasa cinta itu sebuah benda? Sehingga cinta itu ada jenis-jenisnya? Ada besar-kecilnya? Ada cinta yang disana, ada cinta yang di sini. Apakah berpacaran dan bersuami istri itu otomatis di dalamnya ada cinta?

Tak perlu dijawab. Direnungkan saja.

Saya jadi ingat perkataan seorang guru ngaji, ketika ia membahas tentang mencintai dan bertaqarub (berusaha dekat) kepada Allah. Ia mengatakan untuk memahamkan cinta kepada Allah sulit dilakukan kepada orang yang belum pernah pacaran. Dengan pecaran kita memahami dan bisa membayangkan kata-kata indah antara kekasih dan yang dikasihi. Ketika setiap suara adalah suara kekasih, setiap makanan adalah makanan hasil masakan sang kekasih bahkan setiap gerakan kekasih adalah bagai gerakannya sendiri hingga ia sulit membedakan dirinya dengan sang kekasih.

Ah... tapi sudahlah. Pacaran kadang memang sudah jadi budaya modern penuh ego, hedonis, gaya hidup dan tak lagi murni cinta.

Bagaimana soal berdua-dua-an dan bersepi-sepi?

Dibagian kedua akan saya singgung sisi fiqihnya...
#sokpahamfiqih B-)

Senin, 04 Januari 2016

Pesan Pencopet Kepada Pacarnya

W.S. Rendra (1967) Djakarta Dalam Puisi Indonesia
ws rendra, pesan pencopet pada pacarnya, puisi, sastrawan, rendra


Sitti,
kini aku makin ngerti keadaanmu
tak kan lagi aku membujukmu
untuk nikah padaku
dan lari dari lelaki yang miaramu

          (Lelawa terbang berkejaran
         tandanya hari jadi sore
         Aku bernyanyi di kamar mandi
         Tubuhyu yang elok bersih kucuci
         O, abang kekasihku
         kutunggu kau di tikungan
         berbaju renda
         berkain baru)

Nasibmu sudah lumayan
Dari babu jadi selir kepala jawatan
Apa lagi
Nikah padaku merusak keberuntungan
ini bukan ngesah
Tapi aku memang bukan bapak yang baik
untuk bayi yang lagi kau kandung

         (Lelawa terbang berkejaran
         tandanya hari jadi sore
         mentari ngeloyor muntah di laut
         mabuk nafas orang Jakarta
         O, angin
         O, abang
         Sarapku sudah gemetar
         menanti lidahu
         njilati tubuhku)

Cintamu padaku tak pernah kusangsikan
tapi cinta cuma nomor dua
Nomor satu carilah keslametan
hati kita mesti iklas
berjuang untuk masa depan anakmu
Janganlah tanggung-tanggung menipu lelakimu
Kuraslah hartanya
Supaya hidupmu nanti sentosa
Sebagai kepala jawatan lelakimu normal
suka disogok dan suka korupsi
Bila ia ganti kau tipu
itu sudah jamaknya
maling menipu maling itu biasa
Lagi pula
di masyarakat maling kehormatan cuma gincu
Yang utama kelicinan
Nomor dua kebranian
Nomor tiga keuletan
Nomor empat ketegasan, biarpun dalam berdusta
inilai ilum masyakat maling
Jadi janganlah ragu-ragu
rakyak kecil tak bisa ngalah melulu

         (Lelawa terbang berkejaran
         tandanya hari jadi sore
         Hari ini kamu mesti kulewatkan
         karna lelakiku telah tiba
         Malam ini
         badut yang tolol bakal main akrobat
         di dalam ranjangku)

Usahakanlan selalu menanjak kedudukanmu
usahakan kenal satu mentri
dan usahakan jadi selirnya
Sambil jadi selir menteri
tetaplah jadi selir lelaki yang lama
kalau ia menolak kau rangkap
sebagaimana ia telah merangkapmu dengan istrinya
berarti ia tidak tak tahu diri
Lalu depak saja dia
Jangan kecil hati lantaran kurang penddikan
asal kau bernafsu dan susumu tetap baik bentuknya
ini selalu menarik seorang menteri
Ngomongmu ngawur tak jadi apa
asal bersemangat, tegas, dan penuh keyakinan
Kerna begitulah cermin seorang mentri

         (Lelawa terbang berkejaran
         tandanya hari jadi sore
         Kenanganku melayang ke saat itu
         di tengah asyik nonton pawai
         kau meremas pantatku
         demikianlah kita lalu berkenalan
         ialah setelah kutendang kakimu
         dan sekarang setiap sore
         bagaikan pisang yang ranum
         aku rindu tanganmu
         untuk mengupasnya)

Akhirnya aku berharap untuk anakmu nanti
Siang malam jagalah dia
Kemungkinan besar ia lelaki
Ajarlah berkelahi
dan jangan boleh ragu-ragu memukul dari belakang
Jangan boleh menlai orang dari waktanya
Sebab hanya ada dua nilai: kawan atau lawan
Kawan bisa baik sementara
Sedang lawan selamanya jahat nilainya
Ia harus diganyang sampai sirna
Inilah hakekat ilmu selamat
Ajarlah anakmu mencapai kedudukan tinggi
Jangan boleh ia nanti jadi profesor atau guru
Itu celaka, uangnya tak ada
kalau bisa ia nanti jadi polisi atau tentara
Supaya tak usah beli beras
kerna dapat dari negara
dan dengan pakaian seragam
dinas atau tak dinas
haknya selalu utama
Bila ia nanti fasih merayu seperti kami
dan waktanya licin seperti saya, nah!
Ini kombinasi sempurna
Artinya ia berbakat masuk politik
Siapa tahu ia bakal jadi anggota parlemen
Atau bahkan jadi menteri
paling tidak hidupnya bakal sukses di Jakarta

         (Lelawa terbang berkejaran
         tandanya hari jadi sore
         Opelet-opelet memasang lampu
         Prempuan-prempuan memasang gincu
         Dan, abang, pesankan padaku
         di mana kita bakal ketemu)

(sumber : ceritanet.com)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger | Printable Coupons