Selasa, 11 Agustus 2009

Membasmi Pornografi Dengan Insektisida Demokrasi

“……Di Indonesia rata-rata terjadi 5 sampai 6 orang perempuan diperkosa perhari dan di Amerika Serikat berdasarkan angka statistik nasional 683.280 orang pertahun perempuan diperkosa (Buku Islam the Choice of Thinking Women). Adapun Penelitian di Ontario Kanada membuktikan 77% dari pelaku sodomi dan 87% pemerkosa perempuan mengaku menonton secara rutin bacaan dan tontonan porno. (Thomas Bombadil; British National Party) – Republika, 29/5/1994.”

Dus….perdebatan pro kontra terhadap RUU APP membuat kita orang merasa perlu untuk angkat bicara. Konon katanya, menurut kita orang persoalan pornografi dan pornoaksi bukan lagi menjadi permasalahan individu sekedar di kamar tidur, di atas kasur, di bawah selimut atau sebatas di balik celana dalam, tetapi telah menjadi permasalahan sosial masyarakat yang dapat ditemui hampir di setiap ruang dan waktu : TV, Koran, Tabloid, Internet, Casing Handphone, Screen saver, Poster di Balik Pintu, Binder Kuliah, Bungkus Nasi, Aquarium, - bisa jadi nanti - ada di map absensi, di balik KHS atau di kaos OKFE ( tapi jangan diharapin ya…. …..!) dsb…..
Berbicara tentang pornografi tidak akan terlepas soal rangsangan birahi dan kemolekan tubuh perempuan (man version). Termasuk bagaimana meluruskan logika kita tentang rangsangan birahi. Kebutuhan nafsu birahi berbeda dengan keinginan seseorang akan kebutuhan terhadap suatu benda yang lain. Ketika orang dihadapkan dengan sebongkah emas milik orang lain, tentu tidak semua orang memberikan reaksi yang sama. Bagi orang yang tidak pernah mempunyai emas tentu ia sangat berkeinginan untuk memiliki emas itu dan bisa jadi keinginan untuk merampoknya sangat tinggi, tetapi ketika seorang yang kaya raya yang di rumahnya memiliki banyak bongkahan emas dan jumlahnya jauh lebih besar dari emas yang ada di hadapannya itu tentu orang tersebut tidak begitu tertarik dan bahkan menganggapnya sebagai hal biasa. Lain halnya dengan persoalan birahi, -misalnya-ada seorang gadis cantik nan molek telanjang aduhai di depan kita orang (….waktu mengetik tulisan ini….ihhhh mesum..!) tentu akan memberikan “getaran” yang sama pada setiap lelaki (kecuali yang homrenk….!). Tak peduli lelaki itu sudah punya istri atau tidak, bahkan seandainya istrinya ada 4 dan lebih cantik pun kita orang yakin lelaki itu akan terangsang. Karena apa………?
Karena rangsangan birahi adalah kebutuhan naluriah/instingtif (gharizah) yang terdapat pada diri setiap manusia normal. Fakta membuktikan naluri ini akan aktif ketika ada rangsangan dari luar dirinya. Mustahil seorang laki-laki normal yang melihat tiang listrik di jalanan kemudian terangsang untuk bersenggama dengan perempuan, lain halnya ketika laki-laki menonton film porno, melihat majalah bugil, atau menatap wanita telanjang tentu rangsangan birahi pasti ada, bukan soal ngeresnya otak laki-laki yang lantas harus disalahkan, tetapi pikiran ngeres itu timbul karena memang adanya rangsangan dari luar. Oleh karena itu se-ngeres-ngeresnya pikiran laki-laki tak mungkin terangsang dengan tiang listrik. Apakah iya ketika lelaki normal melihat gadis perempuan seksi telanjang di kolam renang atau di pinggir pantai tidak terangsang….? (kita orang sih pasti terangsang…!) Jadi sangatlah beralasan untuk mengurangi efek pornografi maka harus dikurangi hal-hal yang dapat menimbulkan rangsangan birahi tersebut.
Dalih bahwa permasalahan bangsa misalnya masalah ekonomi jauh lebih penting dari sekedar masalah pornografi atau moral, dan harus diselesaikan dulu masalah ekonominya, ternyata fakta berkata lain. Negara yang sudah terbukti sebagai negara mapan secara ekonomi pun (misalnya AS) justru memiliki permasalahan moral dan pornografi yang kacau termasuk maraknya perkosaan atau pun free sex (lihat data di atas). Artinya masalah ekonomi memang penting tapi tidak menjadi alasan untuk kemudian meremehkan masalah moral dan tidak ada bukti bahwa mapannya perekonomian dengan sendirinya akan meningkatkan kualitas moral tanpa adanya suatu aturan main yang jelas dan sifatnya mengikat, (kecuali kita memang menempatkan moralitas ditempat rendah atau tong sampah…..).
Terkait dengan peran pemerintah dalam mengatur moralitas rakyatnya, tentu kita tidak bisa menganut sebuah teori –misalnya Teori Negara Penjaga Malam- dengan mengabaikan tujuan dan visi-misi negara itu. Bagaimana pun juga kita sudah tahu bahwa negara Indonesia bukanlah negara tanpa tujuan. Ada tujuan luhur yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 dan Dasar Negara Pancasila yang salah satunya yaitu mewujudkan masyarakat yang beradab. Lalu kalau tanggung jawab moral hanya dibebankan kepada pemuka agama atau pemimpin adat, lalu dimana peran negara dalam mewujudkan cita-cita luhur bangsa ini. Ya sudah kalau sekedar formalitas, kita buang saja Pembukaan UUD itu ke tong sampah. (…eh nggak ding…takut dipenjara…!). Padahal kita semua paham negaralah yang dengan perangkat hukumnya memiliki kekuatan strategis dalam merekayasa masyarakatnya. Jadi buat apa ada perangkat hukum kalau permasalahan yang ada di masyarakat diabaikan dan pemerintah lepas tangan. Kecuali kalau kita memang menempatkan moralitas ditempat rendah atau tong sampah, maka negara tidak usah ikut campur dan mari kita kampanyekan “Moralitas Selera Gue” ( bisa disingkat MSG….biar mudah dihapal bagi kita orang yang tertarik)
Satu hal yang perlu dicermati secara cerdas tentang RUU APP ini, yang sering menimbulkan adanya persepsi yang tidak cerdas bahkan bagi mahasiswa sekalipun (mungkin sebagai bukti cacat intelektualitas) yaitu persepsi picik “kacamata kuda” yang menjustifikasi RUU APP ini sebagai Islamisasi, Talibanisasi, Arabisasi, Wahabisasi dll. Padahal dalam soal pornografi dan pornoaksi Islam sudah memiliki batasan yang jelas : Perempuan hanya boleh menampakkan wajah dan kedua telapak tangannya dan Laki-laki boleh menampakan seluruh tubuhnya kecuali bagian tubuh antara Pusar sampai lutut). Dus …..tidak perlu kompromi dan perdebatan kalau kita mengacu kepada ajaran Islam. Sedangkan dalam Draf RUU APP aturan Islam sama sekali tidak dilirik….kutu kupret…!Apalagi Taliban yang sudah diperkosa Amerika karena Pornopolitik Amerika yang tidak memiliki etika sebagai bukti bahwa ternyata Amerika pun yang katanya Arjuna Demokerasi malah menjadi Durjana Demokerasi….Membunuh Demokerasi dengan mengatas namakan demokerasi.
Oh iya, konon katanya banyak TKW Indonesia yang diperkosa di Arab Saudi padahal wanitanya berpakaian tertutup, kita orang jadi bingung : yang tertutup aja diperkosa apalagi yang terbuka…? Di apain ya…? Oh iya mungkin naluri/instink kejantanan orang arab beda apa ya….?
Kita orang akan mendukung Pornografi dan Pornoaksi dan akan menolak RUU APP kalau selama satu minggu ke depan : di BUSER, PATROLI, TIKAM, SERGAP dan TKP benar-benar bersih dari Berita Perkosaan, Pencabulan, Pelecehan atau Perselingkuhan.

Matur Nuhun nggih. Maaf kalo ada yang tersinggung, terganggu, tertabrak, dengan tulisan ini. Maklum lagi belajar nulis, konon katanya suka banyak yang salah. Sudilah kiranya para pembaca untuk memberikan masukan yang konstruktif untuk perbaikan di masa yang akan datang. Amin……………Salam kita orang. (21/05/06)

NB (Nambah) : Kayane Judule gak nyambung …..ya ?!
Untuk edisi blog, judul sudah diganti. Judul asli "Membasmi Pornografi dengan Pupuk Pornoaksi"
Biaz Community CP : 085232955602

0 comments:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger | Printable Coupons