Selasa, 15 November 2011

Mendengarkan Kesunyian

Headset terpasang di telingaku. Lagu riang dan sedikit kocak terdengar lancar mengalir. Sekilas, ini seperti suasana

tenang dan damai sebagaimana hari-hari lainnya. Tetapi sebenarnya tidak. Lagu-lagu itu hanya mampu menggetarkan

gendang telingku. Lagu-lagu itu tak mampu menggetarkan gendang hatiku. Hatiku telah tertawan oleh sesuatu yang lain.

Bisa saja aku memaksa mengetahui apa gerangan yang membuat hatiku sunyi. Namun, misteri ini terasa lebih indah.

Pencarian ternyata lebih indah daripada penemuan.


Manusia dengan kelemahannya selalu mencari arti hidupnya. Susah payah manusia mencarinya. Begitu memulai mencari,

usaha mereka sudah terbentur karang keras. Bagaimana tidak ? Alih-alih mencari arti hidup, mencari tahu apa itu

hidup saja tak sanggup mereka menemukan. Justru dengan menerima kelemahan manusia menjadi lebih tahu siapa dirinya.

Kalau dalam kelemahan aku menemukan kesejatian, kelemahan adalah singgasanaku. Kalau dalam kelemahan aku menemukan

Tuhanku, maka disitulah rumah sejatiku.


Di tengah keributan ini kesunyian semakin terasa. Riuhnya lagu-lagu ini tak mampu menebus dimensi kehikmatan.

Dimensi dimana hatiku menunduk khusu. Dimensi dimana hatiku terus mencari dalam ketundukannya. Dimensia dimana

hatiku berharap kepada ilustrasi kesejatian. Dimensi dimana pencarian kesejatian mengalahkan kebutuhan-kebutuhan

jasmani. Dimensi dimana kehilangan sebenarnya adalah penemuan. Karena bisa jadi yang hilang adalah yang sementara

dan yang sejati adalah ketidak-punya-an-atas-benda-benda.


>Agar bisa sampai, kamu harus mengikuti tanda-tanda. Tuhan membuat sengaja membuat tanda-tanda itu agar manusia bisa

melihatnya. Jadi, tinggal bagaimana usaha manusia menemukan tanda-tanda itu.


>Cinta tidak ada di luar sana, cinta ada di dalam diri ini. Kita tinggal membangunkannya. Namun, untuk membangunkannya kita butuh orang lain.

0 comments:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger | Printable Coupons