Minggu, 22 Agustus 2010

Perampok

Sekitar seminggu yang lalu masyarakat dikejutkan dengan peristiwa perampokan yang terjadi di Medan. Yang membuat terkejut bukan perampokan itu sendiri, karena peristiwa-peristiwa kriminal kini telah menjadi berita biasa. Sama seperti tayangan gossip ataupun acara keagamaan yang punya slot tayangan khusus dan eksklusif. Kecepatan, organisasi, cara kerja dan senjata yang dipakai para perampok kemarinlah yang membuat masyarakat terkejut. Jumlah perampok lebih dari 10. Bekerja dalam rentang waktu kurang dari 30 menit. Di siang hari, ditepi jalan raya ramai. Memakai senapan AK-47 dan tak segan membunuh polisi yang berjaga. Seorang pembawa acara tv malah menyamakan aksi perampokan itu dengan film-film Holywood untuk menggambarkan bagaimana fantastisnya peristiwa itu.
Peristiwa ini segera menjadi berita yang segar untuk tv-tv dan koran-koran. Berita ini sedikit mengalahkan berita usulan berani masa kerja presiden untuk diperpanjang. Beberapa mantan kriminil menganggap hal itu biasa. Toh, tahun 70-an dan 80-an hal itu pernah terjadi dengan hasil jarahan yang lebih fantastis. Pengamat kriminal memprogandakan (lagi) upaya-upaya pencegahan kriminal (oleh entah siapa) agar hal seperti ini tak terjadi lagi.
Harus diakui keterkejutan masyarakat karena telah menganggap masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang santun dan ramah tamah. Asumsi ini sudah berdengung di telinga sejak pemerintahan orde baru masih sehat memerintah. Sulit untuk membantah bahwa masyarakat Indonesia adalah orang-orang yang ramah dan mudah tersenyum (bukan karena gila tentunya), tetapi bukti-bukti bahwa ketidak-beresan sedang berlangsung di negeri ini tak berhenti mengemuka. Kalau pengetahuan sejarah kita agak lebih lengkap maka kita akan tahu sepak terjang Joni Indo atau Anton Medan sehingga tak perlu kita terkejut lagi. Dan seandainya catatan sekarah kita agak lebih lengkap, maka kita akan kenal dengan Edi Tansil dkk sehingga sekarang kita tak perlu bingung kalau masalah penegakkan hukum dan pemberantasan korupsi saat ini sampai pada level yang membuat bingung orang cerdas sekalipun.
Entah apa yang merampok daya siaga kita untuk mengantisipasi peristiwa-peristiwa. Musibah atau pemberitaan kriminal dan a-moral di televisi hanya meninggalkan efek keterkejutan. Setelah itu tidak ada apa-apa lagi sampai Allah mengizinkan datangnya ‘kejutan’ lain. Dan kemudian kita terkejut lagi dan lupa lagi.
Tulisan-tulisan ini mencoba merasakan apa yang terjadi, bukan hanya sekadar mengetahui. Tulisan ini mencoba menjajaki lagi isi otak dan hati ini agar bisa menjawab pertanyaan “Sudahkah kita belajar dari semua itu?

0 comments:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger | Printable Coupons