Rabu, 22 September 2010

Harapan Untuk Kapolri Baru

Jabatan Kapolri menjadi seperti seorang gadis yang hendak dipinang. Kebahagian terbayang dan menjadi harapan bangsa Indonesia dan SBY - sebagai tetua adat yang akan meminta izin pada wali sang gadis, juga mengharapkan kebahagian yang sama. Sayangnya jabatan yang dipinang belum jelas benar kualitasnya. Bukan karena dia tidak cantik, bukan karena dia tidak cerdas dan bukan pula karena dia tidak sehat tetapi karena dia akan dinikahkan dengan suami yang sulit diatur.

Kalau boleh saya pakai kalimat roman atau novel, jabatan Kapolri itu seperti kekasih yang dibenci sekaligus di rindu.
Polisi sementara ini tetap menjadi harapan masyarakat, karena setiap tiba musim mudik jalanan harus diatur sedemikian rupa agar tidak macet. Polisi juga diperlukan karena angka kriminalitas masih tinggi, mulai dari perampokan bersenjata, bentrok antar warga yang mengakibatkan korban jiwa hingga pencurian-pencurian kelas teri. Semua itu masih membuat Polisi di rindukan. Namun, disisi lain institusi Kepolisian masih membaut banyak orang - kata sebuah lagu "gregetan". Berbagai pesanan masyarakat untuk membongkar korupsi, mafia pajak, konflik internal hingga kasus rekening gendut Perwira Polisi tak kunjung dipenuhi.

Kapolri memang bukan superman yang akan menyelesaikan masalah dalam hitungan menit, maka ia harus memberikan harapan dan ketenangan. Harapan bahwa Polisi akan menjadi lebih baik dan ketenangan bahwa Polisi tidak akan menambah masalah yang sudah ada. Poin "harapan" diukur dari poin yang kedua "tidak menambah masalah". Dengan kata lain, bila kehadiran Polisi tidak lagi menambah masalah maka boleh jadi itulah "harapan" yang masyarakat idam-idamkan akan segera hadir.

Tulisan ini mungkin bernada skeptis, tetapi ini adalah poin ketiga yang harus disadari oleh Kapolri yang baru. Kapolri yang baru harus sadar di peta bagian manakah Polri sekarang berada. Ia harus paham apakah Polri sedang di puncak gunung prestasi ataukah terperosok di lembah-lembah. Ini adalah variabel yang sulit dipenuhi karena Polri selama ini selalu kesulitan membaca dan memahami diri. Sebagian menganggap karena Polri terlalu jaim (jaga image/citra), sehingga terlalu gagah kalau harus membongkar aib sendiri. Tetapi , kalau menurut saya itu karena Polri tak paham konsep dirinya sendiri.

Masyarakat tak perlu tahu siapa yang akan dipilih menjadi Kapolri. Karena rakyat tak punya kepentingan membahas "SIAPA" yang jadi. Rakyat berkepentingan "APA" yang akan dilakukan Kapolri yang baru. Kecuali kalau anda WAKIL rakyat, bisa jadi anda berkepentingan membahas SIAPA.

0 comments:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger | Printable Coupons