Selasa, 03 Agustus 2021

Pengalaman Sekolah di Inggris: Tertunda Karena Pandemi

Tahun 2019 saya mendapatkan beasiswa dari Kementrian Agama RI melalui program 5000 Doktor yang diinisiasi dan dikelola oleh Dirjen Pendis. Program ini dikhususkan untuk dosen yang mengajar di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam atau Fakultas Agama Islam yang berada di perguruan tinggi umum. Beasiswa ini adalah beasiswa pendanaan sehingga saya masih harus mencari kampus sendiri. Dengan kata lain Dirjen Pendis adalah berlaku sebagai sponsor. Bagi yang belum familiar, beasiswa itu dapat berupa pendanaan saja bisa juga berupa pendanaan dan posisi di kampus sekaligus (diterima). Beasiswa jenis pertama ini harus hati-hati karena ada kedaluarsanya. Artinya, apabila dalam dua tahun tidak mendapat kampus - dibuktikan dengan LoA (Letter of Acceptance), maka hak beasiswa kita hangus. Ngga mau kan keluarga sudah syukuran ternyata ngga jadi berangkat.

Saya ingat waktu itu SK pengumuman awardee keluar di bulan Ramadhan. Saya ingat karena waktu itu saya sedang bersiap-siap i'tikaf ke Masjid Ad Dzikra di Sentul. Sesampai di sana, kebetulan istri sudah di lokasi terlebih dahulu, saya kabarkan sebagai kejutan untuk istri. Alhamdulillah... Cita-cita studi ke luar negeri bareng istri Allah berikan jalan.

Setelah SK beasiswa keluar diikuti undangan pembekalan. Jadi, Project Management Unit (PMU) 5000 Doktor dari Dirjen Pendis sebagai pengelola beasiswa 5000 Doktor menyiapkan pembekalan akademik selama 3 (Juni - Agustus) bulan penuh di UIN Sunan Kalijaga di Yogyakarta. Peserta Academic Preparation (AP) ini berasal dari Riau, Makasar, Solo, Surabaya, Jakarta, Ponorogo dan Bogor. Tentu saja sebagian besar dari peserta AP adalah dosen perguruan tinggi negeri seperti UIN Riau, UIN Jakarta dan UIN Surabaya. AP ini ada di dua lokasi. Di Yogyakarta berlangsung selama 3 bulan dan fokus persiapan akademik, sementara di Jakarta berlangsung selama 6 bulan dan fokus ke persiapan bahasa dan akademik. Jadi, kami di Yogya kadang suka jatuh ke "kesombongan" karena "tidak ada masalah" dengan persoalan bahasa. Kata tim PMU katanya kita yang IELTS/TOEFL-nya sudah memenuhi syarat. ;)


Menurut saya, AP ini merupakan kelebihan dari program 5000 Doktor. AP ini memberikan kita gambaran bagaimana tips, suasana dan kondisi kuliah S3 di luar negeri. Para pemateri sebagian besar sharing S3 di bidang sosial humaniora di Belanda dan Australia. Beberapa awardee yang tujuannya ke fakultas sains atau keuangan merasa materi yang ada sedikit berbeda dengan kebutuhan mereka. Tetapi tidak apa-apa. Kami, berdua-belas, menikmati kebersamaan dan yang paling penting - persahabatan dengan orang-orang baru.

Untuk persiapan keberangkatan ini saya harus cuti. Mencari kos-kosan yang cocok di daerah UIN Yogya dan memastikan urusan keuangan rumah tangga aman, karena 3 bulan income harus berkurang karena mengikuti AP ini. Alhamdulillah, selama AP ini kami diberi kompensasi untuk penginapan selama 3 bulan plus uang saku. Suatu kebetulan, saya dengan mudah mendapatkan kos-kosan karena ada teman dosen yang baru saja pindah ke UIN Yogya. Begitu ada berita untuk ikut AP, saya langsung menghubungi beliau ini dan akhirnya jadi teman satu kost. Jaraknya tidak terlalu jauh, hanya sekitar 5 menit jalan kaki.

Tertunda Karena Pandemi 

Oktober 2019 saya mendapatkan LoA dari University of  Birmingham. Saat itu, LoA saya masih conditional karena IELTS certificate sudah expired. Singkat cerita, Maret 2020  unconditional LoA saya keluar tetapi Indonesia saat itu sudah ramai PSBB. Dan dengan berat hati saya harus menerima surat edaran dari PMU bahwa seluruh awardee harus menunda keberangkatan selama setahun hingga bulan September 2021. Bayangkan, LoA sudah di tangan tapi harus menunda keberangkatan lebih dari 1,5 tahun. Saya bicara dengan istri dan keluarlah keputusan untuk menunda keberangkatan ke bulan Mei 2021 saja dengan segala risiko. Tentu saja ini berisiko karena bisa saja sponsor tidak merestui dan kalau pun merestui bulan Mei uang beasiswa belum cair. Ini yang paling dikhawatirkan. Kalau belum cair kami berdua harus menyiapkan fresh money kurang lebih Rp 100 juta untuk visa dan asuransi belum termasuk biaya hidup dan SPP di awal-awal bulan berada di Inggris.

Bulan Januari 2021 sampai bulan Maret saya terus intens komunikasi dengan supervisor mengenai penundaan ini dan otomatis saya juga harus komunikasi dengan kampus untuk merubah LoA. LoA yang lama masih menyatakan permulaan studi di bulan September 2020 dan saya harus minta dirubah jadi Mei 2021. Tanggal LoA ini penting dirubah karena berpengaruh dalam pembuatan Surat Izin dari kampus, izin Setneg, CAS dan visa. Intinya, tanggal studi yang salah bisa jadi masalah pelik dikemudian hari. Di bulan-bulan ini saya juga monitor terus kasus Covid-19 di Inggris karena pasti berpengaruh mode studi di UoB.

Izin Setneg saya proses kurang lebih tiga bulan. Saya mulai memproses syarat-syarat di kampus mulai bulan Desember 2020 dan akhirnya jadi di bulan Februari 2021. Rekomendasi Kaprodi, dekan dan izin dari Rektor hanya memakan waktu satu minggu. Izin setneg saya urus dengan membawa berkasnya langsung dari Bogor ke Jakarta. Sempat bolak-balik beberapa kali tapi alhamdulillah selesai 2 bulan. Setelah Setneg keluar saya coba urus paspor dinas, tetapi urung saya lakukan karena ternyata paspor dinas hanya untuk mereka yang berstatus PNS.

Syarat-syarat SP Setneg:
  1. Rekomendasi Kaprodi dan Dekan
  2. Izin belajar
  3. LoA
  4. SK kelulusan awardee
  5. FGL (Financial Guarantee Letter)
  6. Fotocopy KTP
  7. SK Pengangkatan pegawai
  8. Karpeg (untuk PNS)
  9. Foto 4x6 berwarna dua lembar
  10. Surat Pertanggung-Jawaban Mutlak (SPTJM) bermaterai
  11. Kontrak Belajar bermaterai rangkap dua
Catatan: Kalau mau dikirim via pos atau paket, pastikan tujuannya adalah Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri (HKLN), Dirjen Pendis Kemenag

Alhamdulillah akhir April, dana beasiswa keluar. Uang ini bisa dipakai untuk mulai urus visa, bayar asuransi dan bayar SPP yang invoice-nya datang selalu tepat waktu... hue hue... Khusus untuk akomodasi, uang deposit sangatlah penting. Tanpa uang deposit kita tidak bisa booking flat/rumah. Saya sudah searching akomodasi dari bulan Januari 2021, harus menunda sampai bulan April karena tanpa uang deposit kita tidak bisa reserved akomodasi, tanpa di reserved sudah pasti unit nya akan diambil/ditawarkan orang lain. 

Untuk akomodasi saya mendapatkannya sekitar 1 minggu sebelum keberangkatan (26 Juli 2021). Bagaimana persiapan keberangkatan di bulan Juli, bagaimana kami menghadapi kenyataan harus karantina 10 hari di hotel, bagaimana kami pontang-panting booking hotel karentina dan bagaimana suka-duka karantina di hotel yang mayoritas menunya makanan india akan saya bagi di posting berikutnya.

See you.

Solihul, 3 Agustus 2021
(Masa Karantina)

Selasa, 29 Juni 2021

Analisis Laporan Keuangan





Rabu, 24 Februari 2021

Ideology - A Hip

A heated debate has been seen in Indonesia for the last 2 months. A newly-proposed act is under a spot-light. What is it about? Why does it attract so many opinions and comments?

The act or rule is called HIP or Haluan Ideology Pancasila (the Guide for Pancasila Ideology). The advocates of this rule argue that without such legislation the country is under lurking threats of anti-Pancasila's group who want to change the constitutional ideology of the nation i.e. Pancasila. In doing so, many activists of human rights and democracy and academicians project and highly aware that the legislation may possibly be used abusively for political interests like it used to be during the new order era (Orde Baru) which was led by Soeharto reigned from 1966 to 1998.   

Is Pancasila barely an ideology? I've never heard that previously, said some non-Indonesians. 

Stanford University online encyclopedia describes ideology as "ideas whose purpose is not epistemic, but political. Thus an ideology exists to confirm a certain political viewpoint, serve the interests of certain people, or to perform a functional role in relation to social, economic, political and legal institutions."

This definition is political. It is fruitfully useful to illustrate the politician's actions. Either in a positive or negative sense, ideology is, maybe, the main driver of politics. In addition, ideology in this circumstance lies in a pathway of governmental buildings. I think, ideology, from a narrower perspective, must be projected as much in the definition or at least in the polarized discourse among Indonesians. 

When ideology becomes a popular consumption as does happen to a bunch of fast foods or a few music genres, that is when ideology reveals its truest objective and familiar characters. Indeed, Pancasila was and is said by the founding fathers as locally and nationally constructed and natively and originally extracted from the very nature of people in Indonesia archipelago. All Indonesian must be feeling strongly connected to Pancasila. At all Indonesian's ups and downs, Pancasila should be the deep elementary foundation as well as fiery fuel of perseverance and persistence.

Selasa, 08 September 2020

Butuh Beasiswa? Minta ke Pak Gita Wirjayawan ?

 Sebelum menjawab pertanyaan di atas, mari kita lihat siapa yang terhormat bapak Gita Wirjayawan yang baru-baru ini mengikuti politisi-selebriti dan public figure lain membuat channel youtube.

Nama lengkap beliau adalah Gita Irawan Wirjayawan. Suami dari Yasmin Stamboel ini lahir Jakarta21 September 1965. Mantan menteri perdagangan dan kepala BKPM ini lahir dari kalangan darah biru. Ayahnya bernama Wirjawan Djojosoegito adalah seorang profesor kedokteran di Jogja. Garis keturunan penggemar jazz ini berasal dari keluarga santri, ningrat, dan terdidik. Kakek Gita Wirjawan, Raden Ngabehi Hadji Minhadjurrahman Djojosoegitoadalah ketua Muhammadiyah Cabang Purwokerto, yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur melalui isteri Rois Akbar, yakni Mbah Hasyim Putri dan pendiri Nahdatul Ulama, KH. Hasyim Asyhari.

Dari latar belakang ini tak heran, Gita Wirjawan mengenyam pendidikan yang tidak kaleng-keleng. S1 jurusan Business Administration didapatkan dari University of Texas, Austin pada tahun 1988. Setahun kemudian, pada jenjang master, beliau mendapatkan MBA (Master Business Administration) dari Baylor University. Kemudian di tahun 2000 Gita Wirjayawan mendapatkan a master's degree in Public Administration dari Harvard University's John F. Kennedy School of Government. Untuk bidang akuntansi, beliau merupakan orang yang qualified mengotak-atik neraca dan laporan laba rugi. Hal ini dibuktikan dengan sertifikat akuntan atau CPA (Certified Public Accountant) yang ia dapatkan di negara bagian Texas, Amerika Serikat.

 Karirnya terbilang cemerlang. Pada 11 November 2009, Gita bergabung dengan Kabinet Indonesia Bersatu jilid II sebagai Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM). Prestasinya sebagai kepala BKPM adalah meningkatnya FDI ke Indonesia menjadi hampir dua kali lipat dari US$11 miliar pada tahun 2009 menjadi US$19 miliar pada tahun 2011. Dua tahun kemudian, Gita Wirjawan diangkat menjadi Menteri Perdagangan RI. Sebagai Menteri Perdagangan, prestatsi Gita Wirjayawan yang menonjol adalah menjadi Ketua Sidang dalam World Trade Organization Ministerial Conference of 2013 ke Sembilan di Bali tanggal 3-7 Desember, 2013. Dalam even internasioanl itu, Gita memimpin 159 anggota WTO untuk menyepakati paket kebijakan deregulasi perdagangan internasional.

 Kembali ke pertanyaan awal, apakah bisa dalam tanda kutip minta beasiswa dari beliau?

Bila melihat Ancora Foundation, wadah filantropis Gita Wirjayawan dibawah Ancora grup, lembaga ini masih concern dengan dunia pendidikan. Dengan motto “building a nation through education”, website ancora foundation terdiri dari satu halaman dengan tampilan simple dan elegan. Menu-menu yang ada menunjukkan perhatian besar ancora kepada dunia pendidikan di Indonesia. Ada tiga menu utama dalam website tersebut, yaitu Scholarship Management, Teacher Empowerment dan Community Learning. Sayangnya, tidak ada atau pun belum ada informasi kapan dan bagaimana kesempatan mendapatkan bantuan beasiswa pendidikan bisa diberikan. Yang ada hanya alamat email yayasan Ancora Foundation. Jadi, kalua anda, rekan-rekan semua ingin punya kemampuan dan keinginan untuk studi di Harvard kontak saja email yang ada di website tersebut. Kalau tembus, kabar-kabar ya… biar semakin banyak putra/putri Indonesia yang bisa sekolah di Harvard.

Dalam satu kesempatan, di ITB, Gita Wirjayawan menyatakan sedikit dari mahasiswa Indonesia yang sekolah di Harvard, ia yang membiayai. Pertama kali saya mendengar ini, saya kira beliau menyekolahkan anaknya di Harvard, tetapi ternyata beliau memberikan beasiswa melalui Ancora Foundation.

 Seperti kita tahu, sektor pendidikan Indonesia dalam masa-masa sulit di era pandemic ini. Banyak sekolah diliburkan dan para siswa di daerah-daerah kesulitan mengakses sarana daring atau online karena terbatasnya sarana komunikasi. Tidak hanya itu, banyak orang tua mengeluhkan kualitas belajar via media daring. Di sisi lain, para orang tua terbatas untuk membantu anak atau guru menyelesaikan tugas dan pelajaran yang diberikan. Rasanya, Menteri Nadiem Makarim perlu mendapatkan simpati karena sulitnya masalah yang dihadapi.

Di sisi lain, pendidikan tinggi Indonesia semakin tertinggal secara global. Menurut laporan THE (Times Higher Education) Universitas terbaik Indonesia, yaitu Universitas Indonesia, berada di ranking 800 besar dunia. Fakta ini memprihatinkan mengingat banyak diaspora Indonesia, termasuk menteri pendidikan RI yang jebolan Harvard University. Mampukah jebolah-jebolan luar negeri ini mengangkat pendidikan Indonesia.

Sebuah working paper berjudul “Poverty, Education, and Health in Indonesia: Who Benefits from Public Spending?”, menyimpulkan bahwa efek ketersedian pendidikan dasar dan menengah lebih mengena untuk kalangan miskin ke bawah, daripada pendidikan tinggi. Mungkin ini yang harus dipikirkan oleh lembaga-lembaga amal pendidikan seperti Ancora foundation dan – tentu saja – oleh pemerintah. Ketersedian bantuan pendidikan dan beasiswa yang jor-joran selama ini lebih banyak diperuntukan untuk pendidikan tinggi melalui LPDP, Program 5000 doktor dan beasiswa-beasiswa khusus dari masing-masing kementrian.

Mengejar kompetensi lulusan PT dengan kampus merdeka memang ide cemerlang. Lulusan PT akan menjadi manusia berkualitas dan tanggung bersaing di pasar global. Pertanyaannya: Lalu bagaimana  dengan mereka yang hanya lulus SD? Bagaimana dengan remaja-remaja tanggung yang berangkat sekolah tanpa bekal serupiah pun? Mereka yang tak yakin bulan depan bisa bayar SPP? Bagaimana juga dengan para lulusan SMA yang rela jadi buruh kasar sambal melamun dan iri melihat tetangganya yang kaya pergi kuliah?

Adakah yang mau bantu jawab?

Minggu, 01 Maret 2020

Jakarta under siege

 Jakarta as the capital and front yard of 250-millions-populations of Indonesia faces probable floods[1]. For the past 2 months, dozens uninviting floods have roamed the area wildly. Bad sewage system and highly un-manageable garbage disposal have been blamed though real responses are not in the proximity yet. Nearby cities whose rivers cross the capital exactly through the downtown, contribute to this water problem. For example, Ciliwung River, the most famous and longest river in the area, passes several business districts such as Thamrin City, Rasuna Said and Gambir. This river’s length can be tracked from Gunung Salak in West Java to Tanjung Priok in North Jakarta for as long as 332 km.

 Though the mega-city is about to lose its throne due to its notorious traffic-jams and unending floods, many people still believe that the city's status as the economic epicenter unlikely be replaced. Growing in rapid pace since the 17th century, Jakarta attracts talented and wealthy businessmen from every corner of Indonesia. Hence, several trades and business areas are spotted in almost every part of the city whilst Tana Abang remains the busiest one. The oldest University in the country, the fancy University of Indonesia, is also located in the town along with many other elite private universities such as Pelita Harapan and Bina Nusantara which also have  triggered more urbanization. While education and business have put Jakarta in spot-light since colonials era, politics has propelled the city’s population for no more than 20 years.
The flood issue in Jakarta is a prevailing task which has been tried to solve since Bang Yos era in 1990’s. A copycat design to polder pond in the Netherland had been proposed in 1990 before other ideas came up in 2000’s such as river re-vitalization, re-planting water absorber areas in Puncak, Bogor and imposing a severe penalty on river-littering. None of these proposals was implemented. Some said it was due to budget-in-availability. Other said it was because the project was object of political dominance in either municipality parliament or national parliament.            

March 1st, 2020


[1] Worthy of belief

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger | Printable Coupons