Sabtu, 14 November 2009

Mahasiswa Saksi Perubahan

Lupakan dahulu slogan mahasiswa sebagai agen perubahan, mahasiswa sebagai iron stock dsb. Kita kilas balik dahulu peristiwa 5 tahun sebelum dan sesudah millenium. Kita lihat peristiwa-peristiwa penting pada masa itu. Peristiwa-peristiwa penting ini tentu dalam konteks Indonesia, namun ada juga peristiwa regional ataupun internasional yang dimasukkan karena efeknya yang mempengaruhi Indonesia juga. 1) Pertengahan 90-an muncul internet yang masih belum jelas potensinya, namun satu dekade kemudian teknologi ini amat mempengaruhi dunia, 2) tahun 1997-1998 Indonesia mengalami krisis. Sejak saat itu mata kita sedikit lebih terbuka kepada permasalahan ekonomi, moneter dan perekonomian regional karena itu adalah pukulan yang cukup telak dan tak ada yang menginginkan hal itu terulang. 3) Ada hubungannya atau tidak dengan krisis ekonomi, tahun 1998 Soeharto turun. Mulailah budaya perpolitikan yang baru. Lebih terbuka namun tidak ada jaminan terhadap transparansi serta intervensi politik terhadap hukum, ekonomi dan pemerintahan. 4) Isu Y2K, menjelang pergantian milenium memberikan sinyal terhadap permasalahan baru yang mungkin muncul dari menyebarnya teknologi, khususnya internet. 5) Hancur gedung kembar WTC, telah memberikan peringatan masih mungkinnya terjadi Perang Dunia ke 3. Konstelasi politik dan keamanan ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan pasca berakhirnya perang dingin. Bahkan kian hari kian menjadi rumit. 6 ) Dalam konteks Indonesia, saat ini kita tersadar reformasi ’98 adalah reformasi yang tak terkawal. Saat ini reformasi dulu terjadi, ternyata sekadar pergantian pucuk pimpinan. Korupsi dan rekayasa yang kian terekspos dalam perseteruan antara KPK-POLRI-Kejagung, adalah bukti reformasi tidak menyentuh hukum, penegakan hukum dan KKN.
Mahasiswa di kampus terkungkung dengan sekat-sekat kependidikan. Suara mereka saat ini terdengar hanya sampai di boulevard depan kampus. Karena disitulah mereka biasa berdemo. Di dalam kampus suara-suara mereka tertempel di dinding mading atau tembok-tembok kantin kampus. Lain itu tidak. Persatuan antar kampus menjadi barang yang terlalu langka. Entah karena persoalan teknis, seperti jarak, jumlah aktifis yang berkurang atau pun alasan yang lebih sistemik seperti artikulasi isu yang lemah, dukungan kampus (baca: rektorat, dosen dll) yang sekarang ke pemerintah dan pusing mikirin BHP, budaya hedonis yang menggerogoti gerakan mahasiswa dari dalam dll.
Sekarang mereka menjadi saksi. Saksi dalam arti harfiah. Menonton peristiwa. Dan ketika ditanya tentang peristiwa yang terjadi, mereka hanya mampu menganalisis kulit permasalahan. Berbeda bila ditanya tentang perkembangan musik. Siapa band yang sedang nge-tren ? Lagu apa yang sedang menduduki ranking pertama ? Gosip terpanas apa yang menimpa selebriti penyanyi kita ? Bagaimana sejarah dan permulaan gosip itu ? dan pertanyaan lain akan mereka jawab lancar. Mereka bak BJ Habibie sedang menerangkan keunggulan teknologi yang dimiliki CN-250 (ngomong-ngomong bagaimana kabar PT. DI).
Generasi abad 21
Tanggal 11 November, SCTV menayangkan para pemimpin muda Asia Pasifik membahas tren abad 21. Pembicara tamu yang berbicara antara lain Abdullah Yunus (peraih nobel ekonomi 2008, pendiri Grameen Bank Bangladesh yang selama 23 tahun memberikan pinjaman lunak pada wanita-wanita miskin di sana), Dr. Surin (Sekjen ASEAN) dan Tony Fernandes (CEO AirAsia, perusahaan penerbangan revolusioner termurah di dunia). Forum itu terdiri dari pemimpin muda Asia-Pasifik dari Selandia Baru, Australia, Indonesia, Myanmar hingga negara Asia Timur seperti Cina dan Korea. Dari Indonesia antara lain di wakili diplomat muda Dino Pati Djalal (sekarang menjadi juru bicara kepresidenan) dan aktifis pendidikan rakyat miskin Butet Manurung.
Berbagai masalah dibicarakan. Mulai dari isu regional, seperti peran ASEAN dalam kerja sama negara-negara ASEAN, serta bagaimana mengangkat negara ASEAN dalam percarturan dunia. Sampaiisu yang sistemik, seperti kemiskinan, pengaruh teknologi. Ada satu polling yang diadakan diantara mereka. Pertanyaannya adalah “Apakah kemiskinan dapat dihilangkan hingga nol?”. Hasil poling menunjukkan perbedaan yang tipis. Persentase perbedaan di bawah 5 persen. Labih banyak yang mengatakan “tidak” atas pertanyaan tadi.
Pertanyaan tadi, menurut saya sebenarnya masih mengambang. Mereka dipaksa menjawab isu kemiskinan yang definis ‘kemiskinan’ itu sendiri masih belum jelas. Maka saya angkat jempol untuk Butet Manurung yang mengartikulasikan kemiskinan dengan mat bagus. Pengalaman Butet berkelana di hutan Sumatra, menggambarkan apa itu kemiskinan dan kekayaan bagi suku pedalaman. Bagi suku pedalaman tak ada gunanya di beri uang Rp 100.000 per hari, karena mereka tidak mengenal mata uang dan perdagangan. Mereka tidak tahu apa itu kemiskinan, mereka mengira TBC adalah kutukan iblis. Yang jelas mereka amat perduli dengan hutan mereka. Mereka krisis ketika kijang hanya dapat mereka temukan sekali setahun, padahal biasanya 1 bulan sekali. Komentar Butet mendapat applaus dari para peserta.
Dari Indonesia, Dino Pati Djalal, ketika ditanya tentang apa yang akan terjadi di abad 21 yang tidak ditemukan di abad 20, dia melihat dari perspektif politik kenegaraan. Dia mengatakan abad 21 akan terjadi lebih banyak transformasi politik. Dia memberi ilustrasi bagaimana dahulu, ekspansi negara-negara dilakukan dengan senjata dan penjajahan. Dia tidak mengatakan sekarang cara itu tidak dipakai lagi, karena pada kenyataannya memang masih dilakukan (dengan cara yang lebih halus dan diplomatis). Sayangnya, dia tidak menjelaskan ke arah mana transformasi akan terjadi, apa pendorongnya, apakah regional juga akan mempengaruhi bentuk dan arah transformasi dsb. Dia hanya mengakhiri dengan kalimat pendek, bahwa “(transformasi) itu akan mempengaruhi konektifitas (negara-negara)”.
Dari negara lain lebih melihat dari perspektif perkembangan teknologi. Mungkin, karena di negara mereka opini teknologi telah amat kuat dan merata. Saya sepakat dengan mereka bahwa dengan teknologi gerakan perubahan bisa lebih cepat. Dan - sayangnya, karena teknologi netral, teknologi bisa sekaligus positif dan negatif. Tergantung bagaimana mengarahkannya. Bagi saya, mereka terlihat kuat dalam mengartikulasikan teknologi sebagai hardware perubahan, namun terlupa software-nya yang bisa jadi berada di luar teknologi. Namun, secara umum teknologi berperan penting dalam perubahan dan merupakan faktor - meski bukan faktor utama.
Para peserta bukanlah mahasiswa. Bisa jadi perubahan yang akan mereka bawa terbentur sekat-sekat birokrasi dan sistem pemerintahan, karena mereka telah berada di dalamnya. Berbeda dengan mahasiswa yang masih bisa bergerak bebas. Akan tetapi, siapapun mereka ada satu prinsip yang bagus untu dipegang. Hal ini dikatakan peserta dari Korea yang mengatakan bahwa penentuan agenda perubahan adalah penting. Dan memang selama ini penentuan agendalah yang sulit diwujudkan untu perubahan. Karena penentu agenda perubahan selama ini adalah negara-negara maju dan kuat.
Bagaimana mungkin konferensi untuk lingkungan hidup membahas yang membahas tentang penurunan emisi berusaha diarahkan untuk membahas kebolehan meningkatkan emisi ?
Inilah mungkin yang harus segera diambil keputusannya. Agenda apa yang krusial dan urgen bagi negeri ini. Atau mahasiswa tetap menjadi saksi sampai entah kapan.

Anak Para Politisi : Berlindung dalam Bayang-bayang

Di Indonesia wilayah politik bak ladang bercocok tanam bagi para anak-anak politisi. Mulai dari Puan Maharani,Inggrid Kansil hingga Agus Yudhoyono dengan nyamannya duduk di gedung dewan. Karier kepemimpinan seperti ini mengingatkan pada teori kepemimpinan Weber, yaitu kepemimpinan kharismatik (otoritas kharismatis).

Sejak zaman Soekarno, atau bahkan sejak zaman kerajaan dan kesultanan, kharisma pemimpin menjadi variabel berpengaruh dalam kancah kekuasaannya. Ambil contoh SOekarno, sampai sekarang masih banyak pengagumnya yang membesarkan bagaimana beliau berpidato, berpikir dan berkata. Bahkan Soeharto, Gus Dur, Megawati dan Yudhoyono adalah pemimpin bercorak kharismatik. Dalam kepemimpinan Kharismatik faktor keturunan hingga faktor tindak-tanduk menjadi faktor yang menciptakan kekaguman hingga akhirnya ketaatan.

Fenomena ini ternyata berbeda dengan apa yang terjadi di Amerika. Anak-anak para politisi lebih tertarik dunia jurnalistik dibanding sibuk silat lidah di parlemen.

John F. Kennedy Jr.
Anak mendiang Presiden JFK Sr. ini meluncurkan majalah politik "George". Tagline-nya cukup menarik, "Bukan Politik Seperti Biasa". Dengan cover yang 'sexy', 'George' inginmeraih perhatian berbekal 'seleberitas politik'. Sayangnya, pada tahun 2001 majalah ini ditutup. JFK Jr sendiri - yang pada tahun 1995 dinobatkan sebagai "Sexiest Man of the Year", meninggal 2 tahun sebelumnya dalam sebuah kecelakaan pesawat.

Meghan McCain
Nama McCain menarik perhatian di seluruh dunia ketika pemilihan presiden Amerika yang mempertemukan Barack Obama melawan John McCain-ayah Meghan. Perempuan berusia 24 tahun ini memiliki blog di 'The Daily Best' dan pernah muncul di jaringan tv dan tv kabel Amerika seperti "The View", "The Rachel Maddow Show" dll. Blog milik McCain mengulas berbagai hal mulai dari 'primadona' Kongres sampai gaptek internet di kalangan KOngres. McCain terjun langsung di blognya dengan menulis sendiri headline. Sejauh ini ia cukup mendapat perhatian, terutama berkaitan dengan 'perang tulisan' antara dirinya dengan kalangan konservativ.

Alexandra Pelosi
Perempuan berumur 38 tahun ini adalah anak dari Nancy Pelosi, juru bicara kepresidenan Amerika. Alexandra aktif membuat dokumenter politik. Pada tahun 200 ia mendapat pengahargaan Emmy Award atas karya dokumenter yang ia buat, "Journeys with George". Dokumenter itu menguapas sepak terjang George W. Bush dalam kampanye pemilihan presiden hingga meraih kemenangan. Karya-karya lain mendapat perhatian cukup baik antara lain,"Right America: Feeling Wronged," "The Trials of Ted Haggard" dan "Friends of God: A Road Trip with Alexandra Pelosi."

Maria Shriver
Nama ini kurang dikenal di Indonesia bahkan di dunia. Tetapi, suaminya - "Sang Terminator" - Arnold Scwarzneger adalah Gubernur California tidak perlu dipertanyakan lagi popularitasnya.
Meski menjadi perempuan no.1 di California, karier Shriver bukanlah hadiah dari popularitas sang suami. Ia telah bekerja di dunia jurnalistik selama lebih dari 20 tahun. Pada tahun 1977 ia sudah menjadi penulis berita dan memproduseri KYW-TV di Philadelphia. Pada tahun 1989 hingga 2003 Shriver menjadi reporter untuk program "Dateline NBC" di jaringan televisi NBC.

Keluarga Reagen
Sebagai seorang aktor, anak-anak Reagen juga terbiasa dengan aktifitas ayahnya yang biasa berakting di depan kamera. Michael Reagen misalnya, menjadi host program radio di 'Radio Amerika' yang ditayangkan secara nasional. Sementara adiknya, Ron Reagen juga menjadi host di 'Air Amerika'. Kegiatan Ron yang lain adalah analis politik untuk MSNBC, menulis di media-media nasional dan menjadi host untuk program berita "Front Page" di jaringan televisi Fox.

Lain Amerika lain Indonesia. Dalam satu dekade ke depan, peluang para keluarga politikus untuk bisa berprestasi akan lebih diarahkan ke dunia politik. Mungkin, karena budaya sungkan dan memandang 'bibit' lebih diutamakan daripada 'bobot' ataupun 'bebet'.

Purwokerto, 14 Nov 2009

Minggu, 08 November 2009

Percayalah Pada Polisi ?

Sebagai seorang mahasiswa ekonomi, saya tentu mempercayakan permasalahan hukum pada rekan saya yang mahasiswa hukum. Slogan-slogan mengenai hukum juga saya terima dengan terbuka. Tanpa terlalu banyak mempertanyakan. Misalnya, ‘hukum adalah panglima’. Yang seorang teman menafsirkan, tanpa peraturan atau hukum yang ditaati maka kegiatan bisnis, politik, sosial dst tidak akan berjalan dengana benar. Oleh karena itu, saya mulai berpikir “apa tidak sebaiknya kita mulai percayakan pada Polisi untuk menyelesaikan kasus Bibit - Chandra yang sekarang sedang ramai ?” Karena merekalah yang punya otoritas, perangkat dan pengalaman.

Polisi - bersama militer, merupakan 2 lembaga yang mewarisi ‘gaya’ orde baru. Sudah mafhum bagi kita yang pernah hidup di masa orde baru betapa strategis posisi polisi dan militer. Baik secara ekonomis maupun politis. Artinya, bila anda punya keluarga polisi atau militer bisa jadi bisnis anda bisa lebih lancar. Begitu juga bagi mereka yang punya kepentingan politik tingkat tinggi, akan langgenglah kekuasaan mereka bila bisa mengendalikan polisi dan militer.

Era reformasi, menempatkan militer (termasuk di dalamnya polisi) menjauh dari “induk semang” (baca: penguasa orba). Di era reformasi inilah tak ada yang benar-benar “menguasai” mereka. Justru, para suhu-suhu militer bertarung satu sama lain. Akibatnya, kekuatan militer terpecah-pecah. Ini bisa dilihat dari pemilihan presiden tahun ini yang menempatkan para tokoh militer dalam posisisaling berhadapan. Sementara polisi lebih tidak jelas posisinya. Secara politik mereka tentu di bawah pemerintah, namun reformasi di tubuh penegak hukum terhormat yang belum juga terjadi menimbulkan pertanyaan “kemana mereka mendedikasikan kesetiannya ?”

Rupanya, bisnis telah masuk begitu rupa di tubuh penegak hukum terhormat. Para pebisnislah yang akhirnya dekat dengan kepolisian. Kepolisian punya “pistol” sementara pengusaha punya uang untuk membeli makanan bagi penegak yang “kelaparan”. Rekaman percakapan yang tempo hari diperdengarkan di KPK menjadi buktinya. Dan amat kuat diduga itu baru puncaknya. Simbiosis mutualisme yang memuakkan. Sudah jelas dan bisa jadi pengalaman pribadi kita juga menguatkan argumen bahwa anti-hukum dan anti-peraturan berkembang di tubuh kepolisian. Buktinya, suap, pungli dst masih terjadi di sana.

Sayangnya, polisi hanya punya satu bahasa. Bahasa hukum dan kekuasaan yang selama orde baru terbiasa dimanipulasi. Bahasa keprihatinan masyarakat, tak mereka pahami meski jelas terdengar. Komjen Pol Nanan Sukarna dalam press release ketika menerangkan mengapa Agd W tidak jadi tersangka mengatakan, “kita tidak melakukan berdasar tekanan”. Polisi memang tidak boleh bergerak karena tekanan masyarakat semata, tetapi seharusnya moral dan pesan dari tekanan masyarakat terbaca oleh polisi. Seperti ketika kita kecil, kita mungkin pernah diceramahi orang tua agar belajar, menjadi orang cerdas dan punya pekerjaan bagus. Ini adalah tekanan bagi kita yang waktu itu masih pelajar. Akan tetapi, pelajar yang baik akan memahami ‘ceramah’ tadi bukan sebagai tekanan dan akhirnya menemukan nilai-nilai di balik ‘ceramah’ itu bahwa itulah nilai-nilai dan prinsip hidup.

Maka, percayalah pada polisi mereka sedang menggali kuburannya sendiri.

Sabtu, 31 Oktober 2009

Kabinet Baru : Pilih Komandan atau Tentara ?

Saya teringat kisah sebuah pohon yang masing-masing bagiannya berebut pengakuan; jasa siapa yang lebih menentukan. Akar merasa dirinya paling karena pohon tidak akan berdiri kokoh menantang angin tanpa adanya akar. Namun, daun tak mau kalah. Tanpa dirinya - ujar daun, pohon tak bisa tumbuh besar dan menghasilkan buah, karena daunlah yang ‘memasak’ bahan makanan melalui proses fotosintesis. Buah tak tinggal diam. Buah merasa paling penting karena adanya akar, batang, daun atau yang lain, pohon ‘hanya’ sebatang pohon. Buahlah yang membuat pohon bermanfaat dan dilirik manusia. Maka pada buahlah nilai sebuah pohon ditentukan - pikir buah.
Moral dari cerita ini ‘sederhana’, semua bagian sebenarnya penting. Tak ada yang lebih penting satu daripada yang lain.
Kisah di atas mirip dengan kisah serdadu dan komandan. Siapa yang paling berperan dan memenangkan peperangan. Indentik juga dengan kisah ‘presiden’ dan ‘menteri’ yanghangat dibicarakan di negeri ini.
Siapa yang lebih menentukan kesejahtraan negeri ini ? Presiden ataukah menteri ?
Jawabannya juga ‘simpel’, semua penting. Semua berperan dan menentukan keberlangsungan bangsa ini menghadapi tantangan.
Bila semua berperan dan semua baik, lalu terjaminkah kesuksesan dan kesejahtraan ? Bila tidak apalagi yang kurang, wahai rakyat Indonesia ? Inikah hasil dari 40an trilyun biaya Pemilu tempo hari ? Ataukah Pemilu kemarin sekadar agar Indonesia disebut demokratis ? Atau lebih daripada itu mencari kesejahtraan yang selama ini dinanti ?
Kepada siapa lagikah harapan kemenangan itu disandarkan ? Kepada serdadu atau kepada komandan ? Atau malah kepada musuh ?
Anda yang jawab.
Purwokerto, 271009


Jumat, 09 Oktober 2009

MENGINTIP DAPUR KAPITALIS : Resep Menguasai Ekonomi Dunia

Oleh : Adi Rahman Nur Ibnu
Masalah ekonomi yang selama ini populer adalah “kebutuhan tidak terbatas dan barang (alat pemuas kebutuhan) terbatas”. Sehingga maksimasi produksi menjadi isu penting. Kelangkaan (scarcity) juga menjadi isu populer ekonomii modern. Kelangkaan (scarcity) yaitu kondisi ketika barang yang dibutuhkan tidak tersedia.

Padahal bila kita melihat sekitar, Allah SWT telah mendesain alam ini bukan untuk kesejahtraan satu atau segelintir orang saja. Bila kita menanam pohon jambu, buahnya pasti lebih banyak dari yang kita butuhkan. Bila jambu buatan manusia, bisa jadi kita jumlah buah yang tumbuh sesuai dengan kapasitas perut kita atau minimal keluarga kita saja.

Islam memandang kebutuhan manusia telah dijamin oleh Allah SWT. Bumi dan segala isinya telah diamanahkan oleh Allah SWT untuk kehidupan manusia sehingga sumber daya tidak diartikan sebagai alat pemuas kesenangan dunia namun merupakan sarana mewujudkan kesejahteraan dunia dan akhirat. Sehingga isu utama ekonomi Islam adalah pengelolaan dan distribusi sumber daya untuk kesejahtraan dunia akherat.

Ketimpangan Ekonomi
Ada fakta mencengangkan yang mengatakan bahwa, bila seluruh uang yang ada di dunia dikumpulkan dan di bagikan kepada seluruh penduduk dunia maka satu orang akan memiliki uang sebesar $ 3 juta (Rp 24 M1). Sulit dipercaya memang. Tetapi kita tak akan heran dengan fakta ini jika mengetahui penghasilan orang-orang terkaya di dunia saat ini. Ambil contoh Bill Gates yang sudah tidak lagi ‘menjabat’ sebagai orang terkaya di dunia, penghasilannya adalah US$ 250 per detik. Artinya, bila sebagian penduduk bumi miskin dantermarjinalkan itu terjadi bukan karena kurangnya daya dukung ekonomi dunia tetapi karena ada masalah dengan pengaturan ekonomi dunia, pihak-pihak yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur peredaran uang.

Saat ini pengaturan peredaran uang dipengaruhi 2 sistem utama :
1.Sistem perbankan dan
2.Sistem pemerintahan.

Sistem perbankan diwakili oleh Centrally Controlled Banks (CCB) atau bank-bank yang terkontrol secara terpusat. Bank-bank di kontrol oleh segelintir keluarga. Sedangkan pemain kedua yang mewakili sistem pemerintahan adalah US Federal Reserve (bank sentral di Amerika). Di Indonesia, bank sentrall populer sebagai bagian dari pemerintah. Sedangkan The Fed (sebutan untuk US Federal Reserve) adalah murni organisasi non-pemerintah.
Banyak orang mengira bahwa uang yang ada di dunia ini dibuat atau dicetak hanya oleh pemerintah. Ini ada benarnya. Pemerintah memang mencetak sebagian kecil uang itu. Namun yang mengejutkan adalah fakta bahwa perbankanlah yang membuat 99 % uang yang saat ini beredar di dunia.

Sistem perbankan yang menguasai 99 % peredaran uang dunia ini ternyata dikuasai segelintir orang. Mereka terdiri dari beberapa keluarga kaya. Keluarga Roschild misalnya, awal tahun 1900an bersama dengan sekutu-sekutunya mampu mendominasi bank sentral Amerika, Inggris dan Prancis.

Bagaimanakah 99 % uang dunia bisa dikuasai segelintir orang ?

Ilustrasinya seperti ini :
Misalnya kita menabung Rp 1 juta di bank. Bank kemudian boleh meminjamkan lebih dari 1 juta dari tabungan kita. Sejak tahun 1984, bank dagang komersial bisa meminjamkan 18 kali dari jumlah tabungan nasabah yang ada di bank. Sedangkan untuk bank tabungan biasa bisa meminjamkan sampai 32 kali. Ini artinya, dari 1 juta uang kita, bank bisa meminjamkan (uang kartal) senilai 32 juta. Bila bunga pinjaman 10 %, bank akan mendapat 3,2 juta. Dan bila bunga tabungan 7 %, maka bank hanya akan kehilangan 70,000 dari 3,2 juta miliknya. Memang tidak semua bank melakukan ini. Biasanya bank-bank besar yang melakukannya.

Lalu siapa yang menetapkan rasio pinjaman ini ? Masyarakat tentu melihat pemerintah telah membuat peraturan yang menguntungkan mereka dan berusaha menjaga hak mereka. Sayangnya, dengan potensi uang yang begitu besar tentu menarik perhatian CCB. Dan mereka punya kepentingan dan kemampuan untuk mempengaruhi para politisi dan pemerintah membuat peraturan sesuai keinginan mereka.

Bagaimana The Fed didiriakn pada tahun 1913 menggambarkan bagaimana lembaga ini dibentuk tergesa-gesa dan penuh tipu muslihat. Rancangan Undang-undang yang mengatur the Fed (US Federal Reserve Act) direncanakan di bahas dalam pertemuan Komite Konverensi Kongres (Congressional Conference Committee). Anehnya, pertemuan dijadwalkan pada waktu yang tak lazim yaitu pukul 01.30 pagi sampai pukul 04.30 pagi, tanggal 22 Desember 1913 hari Minggu. Dalam jangka waktu 3 jam tersebut 20 s/d 40 poin perbedaan di The House2 dan Senat3 dibahas, didiskusikan, diperdebatkan dan akhirnya dilakukan voting untuk masing-masing item. Ini artinya tiap item dibahas antara 5 sampai 9 menit.

Beberapa orang sempat bereaksi. Salah satunya Senator Bristow dari Arkansas yang juga pimpinan Partai Republik, mengatakan bahwa Komite Konverensi telah melakukan pertemuan tanpa sepengetahuan mereka sehingga Republikan tidak sempat hadir kecuali untuk membaca dan menandatangani laporan Komite Konverensi.

Pada pukul 18.02 tanggal 23 Desember 1913, ketika kebanyakan anggota kongres pulang untuk liburan Natal, RUU buru-buru di bawa ke the House and Senate. Dan Presiden Woodrow Wilson akhirnya mengesahkan RUU tersebut.

“UU itu telah memindahkan kontrol peredaran uang di Amerika dari Kongres ke pihak (bank) swasta. Maka tidak mengherankan UU yang memberikan kepada segelintir bankir monopoly atas uang itu dibuat dengan cara yang korup”. (Anthony C. Sutton).

Ini adalah bukti bahwa pemerintah (Amerika) hanyalah boneka CCB.

Jika pemerintah hanya mencetak 1 % uang dari uang yang sebenarnya beredar, darimana pemerintah mendapatkan uang untuk pembangunan dll ? Jawabannya tentu saja dari IMF atau Bank Dunia. Dan lagi-lagi dua lembaga dunia ini juga dibawah pengaruh CCB. Negara-negara yang berhutang pada IMF tidak perlu kaya atau punya kemampuan mengembalikan hutang, karena IMF memang tidak terlalu perduli. IMF sadar bilapun negara tersebut tidak mampu membayar, toh pajak bisa dinaikan untuk menaikan pendapatan negara. Dan bila pajak dan pungutan sudah maksimal, negara-negara pasti punya asset. Asset inilah yang nantinya di incar CCB yang bermain di belakang IMF dan Bank Dunia. Australia bisa menjadi contoh. Australia tercatat menjadi negara dengan tingkat pajak paling tinggi di dunia. Dengan pajak tinggi ini kini Australia menempati ranking 33 paling sejahtra, padahal dahulu pernah ranking pertama. Assetnya pun telah banyak dikuasai asing, tercatat kepemilikan asing di Australia pada tahun 20044 adalah 80 %. Salah satunya adalah Telstra (Telecom Australia) yang sahamnya di kuasai Singtel (Singapore Telecom).

Media juga lepas dari pengaruh CCB. Saat ini, pemegang saham terbesar di CNN, ABC, NBC dan CBS adalah bank. Laporan Kongres Amerika pada tahun 19175 menyebutkan : “ Pada bulan Maret 1915 JP Morgan tertarik dadalm (bisnis) baja, pembuatan kapal dan tepung. Sedangkan anak perusahaannya menempatkan 12 orang masuk ke bisnis media surat kabar di Amerika dan menugasi mereka mengidentifikasi koran apa saja yang paling berpengaruh di Amerika. Sebagian dari mereka dipekerjakan untuk mengontrol kebijakan harian-harian tersebut (sesuai kepentingan mereka -pent). Ternyata dari hasil identifikasi, hanya 15 koran yang perlu di beli. Kesepakatan (pembelian - pent) akhirnya terjadi, dan kebijakan baru untuk koran-koran tersebut efektif kurang dari 30 hari. Seorang editor ‘ditanam’ untuk mengawasi dan mengedit informasi berkaitan dengan pertanyaan kesiapan, militerisme, kebijakan finansial serta permasalah nasional dan internasional lainnya yang vital bagi kepentingan pembeli (JP Morgan - pent).”

John Swinton, mantan Kepala Staff New York Times mengatakan :
‘Tidak ada pers independen di Amerika, kecuali yang ada di kota-kota kecil. Anda tahu dan saya juga tahu hal ini. Tetapi tidak ada seorangpun diantara kita berani mengungkapkan ini dengan jujur. Bilapun anda mengungkapkannya, anda akan tahu sebelumnya bahwa itu tidak akan muncul dalam cetakan apapun. Saya dibayar $ 150 per minggu, sehingga tak pernah memasukan opini jujur saya di koran. Sekali saja saya menulis opini jujur saya, kolom saya - seperti Othello - akan segera hilang dalam waktu kurang dari 24 jam.

Adalah tugas seorang jurnalis New York untuk berbohong, mendistorsi, mencerca, menjilat kaki penguasa dan untuk menjual negara dan kehormatannya untuk sekerat roti sarapan - atau, dengan nilai yang sama, gajinya.

Kami adalah alat dan permainan orang-orang kaya di belakang layar. Kami adalah marrionet6. Orang-orang ini menarik tali dan kami menari. Waktu, intelektualitas, hidup dan kapasitas kami menjadi milik orang-orang ini. Kami adalah pelacur intelektual’

Penutup
Para keluarga kapitalis telah menguasai semuanya. Dari pemerintahan hingga media. Dengan kondisi ini biaya hidup di negara-negara akan semakin meningkat. Pajak membumbung tinggi untuk membayar hutang. Fasilitas umum berbiaya mahal karena dijual ke swasta dan demi maksimasi laba. Sementara yang dimiliki negara juga menaikan harganya karena demi melunasi hutang. Dengan strategi seperti ini tak mengherankan tren uang akan terus berkumpul pada segelintir orang, mungkin sampai kiamat, bila tidak perubahan yang dilakukan.

Tentu saja system moneter internasional yang ada sekarang tidak boleh dipertahankan lagi. Bank Dunia, IMF dan WTO juga tidak boleh dipertahankan lagi. Dunia perlu tatanan ekonomi baru. Islam akan menjawab tantangan ini.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger | Printable Coupons