Masih teringat bagaimana reaksi pengguna facebook ketika 2 pimpinan KPK di tahan. Lebih dari 1 juta pengguna facebook menolak kriminalisasi para pimpinan KPK.
Sekarang ?
Sepertinya kecenderungan mereka simpati mereka kepada KPK menurun. Masyarakat Indonesia memang mudah simpati pada orang-orang yang dizalimi secara berlebihan. Oleh karena itu, saya pun masih yakin orang-orang seperti Antasari punya banyak simpatisan. Mungkin para pimpinan KPK harus dizalimi orang dulu, baru popularitasnya akan meningkat.
Tentu bisa. Tidak ada yang tidak bisa di Indonesia. Dan tak perlu membuat skenario agar para pimpinan KPK di jahatin orang, hanya agar popularitas menurun. Cukup dengan cara memperbaiki kinerja – dengan cara membuat gebrakan yang luar biasa. Gebrakan saja tidak cukup. Harus ditambah sesuatu yang luar biasa. Apakah “sesuatu” itu ? (jangan tanyakan ke Syahrini). Entahlah, yang jelas bukan “sesuatu” itu bukan kasus atau menangkap orang-orang tertentu, tapi di luar di itu. Karena kalau menggunakan alat-alat hukum yang ada sekarang, tak akan ada kasus atau orang besar yang akan terkena. Kenapa eh kenapa ? Karena eh karena, semua orang terlibat. Kata seorang teman “kalau semua koruptor di tangkap, maka hampir seluruh penduduk Indonesia masuk penjara”. Bahkan mereka yang kerjaannya kampanye anti korupsi, pembela rakyat dan seterusnya.
Ini tema yang menarik. Posisi Sri Mulyani yang akan mencalonkan diri jadi presiden, membuat peta konstelasi perpolitikan di DPR berubah. Para pendukung Sri Mulyani mulai gamang. Karena bila dukungan mereka dilanjutkan itu sama saja artinya membiarkan lawan berat ikut bersaing di perebutan RI-1 tahun 2014.
Disinyalir KPK akan lebih gagah memeriksa kasus Century. Karena – lagi-lagi – faktor politik masih mempunyai tekanan ke KPK. Meski besar tekanan itu relatif sulit diprediksi kekuatan dan efektifitasnya.
Di sinilah kapabilitas Sri Mulyani sebagai seorang ekonom diuji lagi menghadapi dunia politik. Pada kasus Century Sri Mulyani “terpaksa” mengalah. Untuk kepentingan politik tertentu ia diberi kehormatan posisi yang amat baik di Bank Dunia. Memang banyak yang tidak perduli pada faktor politik atas di pilihnya Sri Mulyani di Bank Dunia, misalnya Wimar Witoelar. Namun, Sri Mulyani adalah sasaran empuk manuver politik adalah fakta.
Para pimpinan KPK belum bekerja. Banyak suara kontra dan pro. Mungkin banyak yang berkata normatif dan klise, “Mari kita tunggu dan lihat kinerja mereka. Baru komentar”. Namun, puluhan ribu kasus hukum dan korupsi yang menumpuk membuat saya tidak bisa melihat dan menunggu. Haruskah saya juga mewariskan “melihat dan menunggu” itu kepada anak cucu saya hanya untuk melihat setengah dari kasus itu diselesaikan ?
Okelah negara ini dibubarkan. Kita ganti dengan sistem baru. Sistem hukum yang baru juga plus perangkat-perangkatnya. Tetap saja pertanyaannya, “Bagaimana kasus-kasus korupsi itu diselesaikan?”
4 Desember 2011
Sekarang ?
Sepertinya kecenderungan mereka simpati mereka kepada KPK menurun. Masyarakat Indonesia memang mudah simpati pada orang-orang yang dizalimi secara berlebihan. Oleh karena itu, saya pun masih yakin orang-orang seperti Antasari punya banyak simpatisan. Mungkin para pimpinan KPK harus dizalimi orang dulu, baru popularitasnya akan meningkat.
Apakah popularitas KPK bisa meningkat lagi ?
Tentu bisa. Tidak ada yang tidak bisa di Indonesia. Dan tak perlu membuat skenario agar para pimpinan KPK di jahatin orang, hanya agar popularitas menurun. Cukup dengan cara memperbaiki kinerja – dengan cara membuat gebrakan yang luar biasa. Gebrakan saja tidak cukup. Harus ditambah sesuatu yang luar biasa. Apakah “sesuatu” itu ? (jangan tanyakan ke Syahrini). Entahlah, yang jelas bukan “sesuatu” itu bukan kasus atau menangkap orang-orang tertentu, tapi di luar di itu. Karena kalau menggunakan alat-alat hukum yang ada sekarang, tak akan ada kasus atau orang besar yang akan terkena. Kenapa eh kenapa ? Karena eh karena, semua orang terlibat. Kata seorang teman “kalau semua koruptor di tangkap, maka hampir seluruh penduduk Indonesia masuk penjara”. Bahkan mereka yang kerjaannya kampanye anti korupsi, pembela rakyat dan seterusnya.
KPK Baru dan Sri Mulyani
Ini tema yang menarik. Posisi Sri Mulyani yang akan mencalonkan diri jadi presiden, membuat peta konstelasi perpolitikan di DPR berubah. Para pendukung Sri Mulyani mulai gamang. Karena bila dukungan mereka dilanjutkan itu sama saja artinya membiarkan lawan berat ikut bersaing di perebutan RI-1 tahun 2014.
Disinyalir KPK akan lebih gagah memeriksa kasus Century. Karena – lagi-lagi – faktor politik masih mempunyai tekanan ke KPK. Meski besar tekanan itu relatif sulit diprediksi kekuatan dan efektifitasnya.
Di sinilah kapabilitas Sri Mulyani sebagai seorang ekonom diuji lagi menghadapi dunia politik. Pada kasus Century Sri Mulyani “terpaksa” mengalah. Untuk kepentingan politik tertentu ia diberi kehormatan posisi yang amat baik di Bank Dunia. Memang banyak yang tidak perduli pada faktor politik atas di pilihnya Sri Mulyani di Bank Dunia, misalnya Wimar Witoelar. Namun, Sri Mulyani adalah sasaran empuk manuver politik adalah fakta.
Para pimpinan KPK belum bekerja. Banyak suara kontra dan pro. Mungkin banyak yang berkata normatif dan klise, “Mari kita tunggu dan lihat kinerja mereka. Baru komentar”. Namun, puluhan ribu kasus hukum dan korupsi yang menumpuk membuat saya tidak bisa melihat dan menunggu. Haruskah saya juga mewariskan “melihat dan menunggu” itu kepada anak cucu saya hanya untuk melihat setengah dari kasus itu diselesaikan ?
Okelah negara ini dibubarkan. Kita ganti dengan sistem baru. Sistem hukum yang baru juga plus perangkat-perangkatnya. Tetap saja pertanyaannya, “Bagaimana kasus-kasus korupsi itu diselesaikan?”
4 Desember 2011
0 comments:
Posting Komentar