Minggu, 06 Februari 2011

KIAI INDALLAH

Di sebuah muktamar NU, para warga berbondong-bondong datang meramaikan suasana. Sudah menjadi kebiasaan di kalangan NU kalau ada kiai pasti orang-orang berebut salaman dan menciumnya. Seorang wartawan harian ibu kota terheran-heran ketika melihat dua orang kiai yang tadi diserbu untuk disalami bangkit tergopoh-gopoh menyambut seorang tua yang masuk ruangan, satu per satu mereka mencium tangan orang tua yang kakinya kotor karena tak beralas kaki, pakaiannya kusut dan jangankan bersorban, peci pun tidak ia kenakan. Setelah ngobrol dengan menggunakan bahasa jawa yang tidak dimengerti si wartawan, kiai-kiai tadi pun mengantarkan sampai ke pintu dan kembali mencium tangannya sambil tunduk takdzim.

"Maaf, tadi itu siapa, Pak Kiai?" tanya wartawan ketika mereka berdua sudah duduk kembali.

"Beliau kiai kami."
"Wah, masak penampilannya tidak selayaknya kiai. Maaf, apa tidak salah?"

"Bagi kebanyakan orang beliau bukan siapa-siapa.Tapi, beliau itu kiai 'indallah (kiai menurut Allah), hanya sedikit saja yang tahu."

"Saya baru tahu ini. Sebenarnya, ada berapa macam kiai itu?"

Dengan sabar, kedua kiai itu menjelaskan."Ada tiga.Pertama, kiai 'indannas (kiai menurut orang kebanyakan). Kedua, kiai indallah.Dan ketiga, kiai 'indannas sekaligus kiai indallah."

Tiba-tiba ada seseorang berpakaian ala kiai masuk ruangan itu. Si wartawan menyambut dan mencium tangannya. Setelah selesai keperluannya di ruangan itu ia segera pamit.

"Nah, kalau yang saya salamin tadi, kiai jenis mana, Pak Kiai?"

Sambil mengangkat cangkir minumannya, salah satunya menjawab,"O, itu sih kiai 'indaka."

"Maksud Pak Kiai?"

"Maksudnya, kiai menurut dengkulmu sendiri saja. Hahaha.."

0 comments:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger | Printable Coupons