SUSUNAN DALAM SATU NASKAH
UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 (UU No. 10 Tahun 1994)
Pajak Penghasilan dikenakan
terhadap Subjek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam
tahun pajak.
Penjelasan
Pasal 1 (UU No. 36
Tahun 2008)
Undang-Undang ini mengatur pengenaan Pajak Penghasilan
terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila
menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau
memperoleh penghasilan, dalam Undang-Undang ini disebut Wajib Pajak. Wajib
Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama
satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian
tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam
tahun pajak.
Yang dimaksud dengan “tahun pajak” dalam Undang-Undang
ini adalah tahun kalender, tetapi Wajib Pajak dapat menggunakan tahun buku yang
tidak sama dengan tahun kalender, sepanjang tahun buku tersebut meliputi jangka
waktu 12 (dua belas) bulan.
BAB II
SUBJEK PAJAK
Pasal 2 (UU No. 36 Tahun 2008)
(1)
|
Yang menjadi Subjek Pajak adalah :
|
|
a.
|
1.
|
orang pribadi;
|
|
|
2.
|
warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak;
|
|
b.
|
badan; dan
|
|
c.
|
bentuk usaha tetap.
|
(1a)
|
Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang
perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.
|
(2)
|
Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam
negeri dan subjek pajak luar negeri.
|
(3)
|
Subjek pajak dalam negeri
adalah:
|
|
a.
|
orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia,
orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang
dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia;
|
|
b.
|
badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi
kriteria:
|
|
|
1.
|
pembentukannya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
|
|
|
2.
|
pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
|
|
|
3.
|
penerimaannya dimasukkan dalam
anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
|
|
|
4.
|
pembukuannya diperiksa oleh
aparat pengawasan fungsional negara; dan
|
|
c.
|
warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak.
|
(4)
|
Subjek pajak luar negeri adalah :
|
|
a.
|
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia; dan
|
|
b.
|
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,
yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.
|
(5)
|
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang
dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,
orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan
puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa :
|
|
a.
|
tempat kedudukan manajemen;
|
|
b.
|
cabang perusahaan;
|
|
c.
|
kantor perwakilan;
|
|
d.
|
gedung kantor;
|
|
e.
|
pabrik;
|
|
f.
|
bengkel;
|
|
g.
|
gudang;
|
|
h.
|
ruang untuk promosi dan penjualan;
|
|
i.
|
pertambangan dan penggalian
sumber alam;
|
|
j.
|
wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
|
|
k.
|
perikanan, peternakan,
pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
|
|
l.
|
proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
|
|
m.
|
pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau
oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
|
|
n.
|
orang atau badan yang bertindak
selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
|
|
o.
|
agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima
premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan
|
|
p.
|
komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis
yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik
untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
|
(6)
|
Tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan
badan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan yang
sebenarnya.
|
Penjelasan Pasal 2
Ayat (1)
Huruf a
Orang pribadi
sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun
di luar Indonesia. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan
subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.
Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti
dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan
tersebut tetap dapat dilaksanakan.
Huruf b
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara
atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma,
kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk
badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah merupakan subjek
pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari
badan Pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak.
Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan,
perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (1a)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak
luar negeri. Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak
apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak. Subjek pajak badan dalam negeri menjadi Wajib
Pajak sejak saat didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek pajak
luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi Wajib Pajak
karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia
atau menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain, Wajib Pajak
adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan
objektif. Sehubungan dengan pemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Wajib
Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.
Perbedaan yang
penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri terletak
dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain:
a.
|
Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas
penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas
penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
|
b.
|
Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan
penghasilan neto dengan tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai
pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan; dan
|
c.
|
Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak
yang terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri
tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan karena
kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.
|
Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya
dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak badan dalam
negeri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan Undang-Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
Ayat (3)
Huruf a
Pada prinsipnya orang pribadi yang menjadi subjek pajak dalam negeri adalah
orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia. Termasuk dalam
pengertian orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Apakah seseorang mempunyai
niat untuk bertempat tinggal di Indonesia ditimbang menurut keadaan.
Keberadaan orang pribadi di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari tidaklah harus berturut-turut, tetapi ditentukan oleh jumlah hari
orang tersebut berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan
sejak kedatangannya di Indonesia.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh
orang pribadi subjek pajak dalam negeri dianggap sebagai subjek pajak dalam
negeri dalam pengertian Undang-Undang ini mengikuti status pewaris. Adapun
untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut
menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut telah
dibagi, kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris.
Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh
orang pribadi sebagai subjek pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak
dianggap sebagai subjek pajak pengganti karena pengenaan pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh orang pribadi dimaksud melekat pada objeknya.
Ayat (4)
Huruf a dan huruf b
Subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi atau
badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar Indonesia yang
dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, baik melalui maupun
tanpa melalui bentuk usaha tetap. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, tetapi berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan
puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan maka orang tersebut adalah
subjek pajak luar negeri.
Apabila penghasilan diterima atau diperoleh melalui
bentuk usaha tetap maka terhadap orang pribadi atau badan tersebut dikenai
pajak melalui bentuk usaha tetap. Orang pribadi atau badan tersebut, statusnya
tetap sebagai subjek pajak luar negeri. Dengan demikian, bentuk usaha tetap
tersebut menggantikan orang pribadi atau badan sebagai subjek pajak luar negeri
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya di Indonesia. Dalam hal penghasilan
tersebut diterima atau diperoleh tanpa melalui bentuk usaha tetap maka
pengenaan pajaknya dilakukan langsung kepada subjek pajak luar negeri tersebut.
Ayat (5)
Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian
adanya suatu tempat usaha (place of business) yaitu fasilitas yang dapat berupa
tanah dan gedung termasuk juga mesin-mesin, peralatan, gudang dan komputer atau
agen elektronik atau peralatan otomatis (automated equipment) yang dimiliki,
disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk
menjalankan aktivitas usaha melalui internet.
Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan
digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi
yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia.
Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang
pribadi atau badan selaku agen yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak
untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau
tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal
atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
tidak dapat dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila orang
pribadi atau badan dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia
menggunakan agen, broker atau perantara yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan
agen atau perantara tersebut dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam
rangka menjalankan perusahaannya sendiri.
Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat
kedudukan di luar Indonesia dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia
apabila perusahaan asuransi tersebut menerima pembayaran premi asuransi atau
menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai, perwakilan atau agennya di
Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang
mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan
adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada, atau bertempat
kedudukan di Indonesia.
Ayat (6)
Penentuan tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan penting
untuk menetapkan Kantor Pelayanan Pajak mana yang mempunyai yurisdiksi
pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau
badan tersebut.
Pada dasarnya tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan
ditentukan menurut keadaan yang sebenarnya. Dengan demikian penentuan tempat
tinggal atau tempat kedudukan tidak hanya didasarkan pada pertimbangan yang
bersifat formal, tetapi lebih didasarkan pada kenyataan.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam
menentukan tempat tinggal seseorang atau tempat kedudukan badan tersebut,
antara lain domisili, alamat tempat tinggal, tempat tinggal keluarga, tempat
menjalankan usaha pokok atau hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan untuk
memudahkan pelaksanaan pemenuhan kewajiban pajak.
Pasal 2A (UU No. 10 Tahun 1994)
(1)
|
Kewajiban pajak subjektif orang pribadi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dimulai pada saat orang pribadi
tersebut dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di
Indonesia dan berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia
untuk selama-lamanya.
|
(2)
|
Kewajiban pajak subjektif badan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b dimulai pada saat badan tersebut didirikan
atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau
tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.
|
(3)
|
Kewajiban pajak subjektif orang pribadi atau badan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (4) huruf a dimulai pada saat orang
pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) dan berakhir pada saat tidak lagi
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap.
|
(4)
|
Kewajiban pajak subjektif orang pribadi atau badan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b dimulai pada saat orang
pribadi atau badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia dan berakhir pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh
penghasilan tersebut.
|
(5)
|
Kewajiban pajak subjektif warisan yang belum terbagi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 2) dimulai pada
saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut dan berakhir pada saat
warisan tersebut selesai dibagi.
|
(6)
|
Apabila kewajiban pajak subjektif orang pribadi yang
bertempat tinggal atau yang berada di Indonesia hanya meliputi sebagian dari
tahun pajak, maka bagian tahun pajak tersebut menggantikan tahun pajak.
|
Penjelasan Pasal 2A
Pajak Penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang
kewajiban pajaknya melekat pada Subjek Pajak yang bersangkutan, artinya
kewajiban pajak tersebut dimaksudkan untuk tidak dilimpahkan kepada Subjek
Pajak lainnya. Oleh karena itu dalam rangka memberikan kepastian hukum,
penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif menjadi penting.
Ayat (1)
Kewajiban pajak subjektif orang pribadi yang bertempat
tinggal di Indonesia dimulai pada saat ia lahir di Indonesia. Untuk orang
pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, kewajiban pajak subjektifnya
dimulai sejak hari pertama ia berada di Indonesia. Kewajiban pajak subjektif
orang pribadi berakhir pada saat ia meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia
untuk selama-lamanya.
Pengertian meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
harus dikaitkan dengan hal-hal yang nyata pada saat orang pribadi tersebut
meninggalkan Indonesia. Apabila pada saat ia meninggalkan Indonesia terdapat
bukti-bukti yang nyata mengenai niatnya untuk meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya, maka pada saat itu ia tidak lagi menjadi Subjek Pajak dalam
negeri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Bagi orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal dan berada di Indonesia tidak lebih dari
183 (seratus delapan puluh tiga) hari, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan di Indonesia melalui suatu bentuk usaha tetap, kewajiban pajak
subjektifnya dimulai pada saat bentuk usaha tetap tersebut berada di Indonesia
dan berakhir pada saat bentuk usaha tetap tersebut tidak lagi berada di
Indonesia.
Ayat (4)
Orang pribadi
yang tidak bertempat tinggal atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah Subjek Pajak luar
negeri sepanjang orang pribadi atau badan tersebut mempunyai hubungan ekonomis
dengan Indonesia. Hubungan ekonomis dengan Indonesia dianggap ada apabila orang
pribadi atau badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal
dari sumber penghasilan di Indonesia.
Kewajiban pajak
subjektif orang pribadi atau badan tersebut dimulai pada saat orang pribadi
atau badan mempunyai hubungan ekonomis dengan Indonesia, yaitu menerima atau
memperoleh penghasilan dari sumber-sumber di Indonesia dan berakhir pada saat
orang pribadi atau badan tersebut tidak lagi mempunyai hubungan ekonomis dengan
Indonesia.
Ayat (5)
Kewajiban pajak
subjektif warisan yang belum terbagi dimulai pada saat timbulnya warisan yang
belum terbagi tersebut yaitu pada saat meninggalnya pewaris. Sejak saat itu
pemenuhan kewajiban perpajakannya melekat pada warisan tersebut. Kewajiban
pajak subjektif warisan berakhir pada saat warisan tersebut dibagi kepada para
ahli waris. Sejak saat itu pemenuhan kewajiban perpajakannya beralih kepada
para ahli waris.
Ayat (6)
Dapat terjadi
orang pribadi menjadi Subjek Pajak tidak untuk jangka waktu satu tahun pajak
penuh, misalnya orang pribadi yang mulai menjadi Subjek Pajak pada pertengahan
tahun pajak, atau yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya pada
pertengahan tahun pajak. Jangka waktu yang kurang dari satu tahun pajak
tersebut dinamakan bagian tahun pajak yang menggantikan tahun pajak.
Pasal 3 (UU No. 36 Tahun 2008)
(1)
|
Yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 adalah :
|
|
a.
|
kantor perwakilan negara asing;
|
|
b.
|
pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat
atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang
diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal
bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia
tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya
tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
|
|
c.
|
organisasi-organisasi
internasional dengan syarat :
|
|
|
1.
|
Indonesia menjadi anggota organisasi
tersebut; dan
|
|
|
2.
|
tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
|
|
d.
|
pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional
sebagaimana dimaksud pada huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia
dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
|
(2)
|
Organisasi internasional yang tidak termasuk subjek pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan.
|
Penjelasan
Pasal 3
Ayat (1)
Sesuai dengan kelaziman internasional, kantor perwakilan negara asing
beserta pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, konsulat dan pejabat-pejabat
lainnya, dikecualikan sebagai subjek pajak di tempat mereka mewakili negaranya.
Pengecualian sebagai subjek pajak bagi pejabat-pejabat tersebut tidak
berlaku apabila mereka memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya atau
mereka adalah Warga Negara Indonesia.
Dengan demikian apabila pejabat perwakilan suatu negara asing memperoleh
penghasilan lain di Indonesia di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, maka
ia termasuk subjek pajak yang dapat dikenai pajak atas penghasilan lain
tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.