Akhir-akhir ini sosok preman populer lagi. Mengapa? Bukan karena prestasi mereka. Bukan juga karena kebaikan mereka. Tak mungkin juga preman berbuat baik. Tidak lain dan tidak bukan karena aksi brutal mereka yang telah menelan 3 nyawa. Dan yang lebih menyedihkan terjadi secara kasat mata dan di depan hidung institusi penjaga keamanan.
Peristiwa pertama adalah ketika mantan bos sanexsteel ditemukan tewas di sebuah hotel di Jakarta. Beberapa saat sebelum ditemukan tewas, CCTV hotel dengan jelas memperlihatkan tindak-tanduk sekelompok orang yang sangat mencurigakan dan kuat dugaan melakukan kejahatan. Sedangkan peristiwa kedua adalah penyerangan sekelompok orang di sebuah rumah jenazah milik RSPAD Gatot Subroto. Sebenarnya beberapa tahun lalu juga ada peristiwa bentrok antar kelompok di depan pengadilan negeri di Jakarta.
Bahkan pada saat itu media sempat melaporkan bagaimana para pelaku bentrok menggunakan senjata api. Rupanya, aksi bentrokan ala film holywood bisa juga ditemukan di kehidupan nyata. Tepat di depan hidung kita.
Jakarta sekarang mendapat predikat baru, yaitu kota preman. Kalau kita urutkan dan telusuri ibu kota ternyata telah memiliki 3 julukan. Sayangnya julukan itu negatif. Yang pertama adalah kota kemacetan. Julukan ini jarang muncul. Namun, siapakah yang akan membantah? Julukan kedua adalah ibu kota yang kejam dan tak ramah. Saya masih ingat betul sebuah ungkapan di zaman saya mahasiswa yang mengatakan; sekejam-kejamnya ibu tiri masih lebih kejam ibu kota.
Dan julukan yang ke-3 adalah kota preman. Siapa yang tidak setuju?
Persoalan preman adalah persoalan purba umat manusia. Keberadaannya setua kepentingan manusia itu sendiri. Begitu manusia punya kepentingan, pada saat itulah rawan muncul aksi premanisme. Apa lagi kalau kepentingan itu dianggap harga mati bagi pihak tertentu. Maka apa pun dipandang murah untuk dibayar, meski harus melanggar hukum.
Dalam sejarah manusia, kita bisa mengamati pada kasus-kasus pembunuh bayaran. Atau pembunuhan di area kerajaan untuk memperebutkan posisi raja. Itu semua adalah kisah-kisah klasik yang menghiasi cerita pewayangan dan naik-turunya kerajaan di tanah Jawa. Kalau kita melihat agak lebih jauh, kita bisa mengamati kisah klasik mafia di Cicilia Italia (dan menyebar ke seluruh dunia), Yakuza di Jepang atau Triad di Hongkong.
Premanisme adalah sikap-sikap yang mendasarkan setiap tingkah laku bahwa manusia adalah bebas. Bebas memperjuangkan kepentingan tanpa dasar ideologi yang rumit dan detil, namun berdasarkan bahwa setiap orang bebas melakukan atas dasar kemauan dan backing power yang kuat. Itu saja.
Sementara, pada kasus Indonesia, preman sebagai individu lebih merujuk pada seseorang yang tak punya pekerjaan dan mencari-cari uang pada lapangan-lapangan pekerjaan yang masih kosong atau belum diatur. Oleh karena itu, mereka masuk pada wilayah itu dan membuat aturannya sendiri. Pada lapisan yang paling rendah, mereka antara lain : tukang parkir tanpa seragam, calo, pengamen dll
Akar preman kelas coro adalah pengangguran dan sarana layanan umum yang belum mapan. Sementara preman kelas wahid adalah mereka yang merasa kepentingan mereka lebih berharga daripada hukum dan kepentingan umum, hingga mereka tak ragu memanipulasi informasi, fakta, aturan, undang-undang bahkan nyawa manusia.
Februari, 2012-02-26
0 comments:
Posting Komentar